Market

100 Hari Pertama, Prabowo Dihadapkan Masalah PPN Naik 12 Persen


Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto mengingatkan pemerintahan Prabowo Subianto yang wajib mengerek naik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025. Ini masalah berat di 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029. 

“Memang menjadi buah simalakama bagi pemerintah. Di satu sisi, UU Harmonisasi Pertaturan Perpajakan (HPP) mewajibkan pemerintah menaikkan PPN 12 persen pada Januari 2025. Di sisi lain, kenaikan PPN 11 persen pada tahun ini, cukup memberatkan ekonomi,” kata Eko, Jakarta, dikutip Rabu (15/5/2024).

Kuartal I-2024, kata Eko, ekonomi hanya tumbuh 5,11 persen, masih di bawah target tahunan sebesar 5,2 persen. Sedangkan konsumsi hanya tumbuh 4,9 persen. Artinya, konsumsi sangat terdampak tarif PPN 11 persen .

Baca Juga  Akui Anies Paham Jakarta, PKB Realistis Tak Usung Kader

“Padahal di kuartal I-2024 ada imlek, pemilu, puasa, lebaran dan mudik. jadi stimulusnya sudah habis-habisan. Tapi konsumsi masih di bawah 5 persen dan perekonomian hanya tumbuh 5,11 persen. Nah, bisa dibayangkan tahun depan ketika PPN naik lagi menjadi 12 persen,” kata Eko.

Di tiga bulan pertama 2025, lanjut Eko, masuk 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Momentum ini akan sangat dicermati oleh kalangan investor. Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi rendah, dikhawatirkan para investor berpaling dari Indonesia.

“Padahal, pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu menopang penerimaan pajak. Demikian pula sebaliknya. Ekonomi tumbuh kontet maka pajak juga seret,” paparnya.

Selanjutnya Eko menduga, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 tidak akan sebagus kuartal I-2024. Karena itu tadi, daya beli atau konsumsi terjun bebas karena PPN 12 persen, berdampak kepada melambatnya pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga  Awas ‘Prank’ Tapera, Program Tipu-tipu Perumahan Rakyat

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR asal Fraksi Partai Golkar, Mukhtarudin berharap pemerintah menimbang kembali rencana kenaikan PPN 12 persen uang merupakan amanat UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Alasannya, pelemahan daya beli khususnya dari masyarakat menengah ke bawah, sangat kasat mata. Kalau dipaksakan dikhawatirkan berdampak kepada banyak sektor.

“Artinya, dalam beberapa waktu ke depan mungkin masih belum siap dibebani oleh kenaikan PPN itu. Selama ini, pertumbuhan ekonomi kita sangat bergantung kepada konsumsi,” tutur Mukhtarudin.

Selanjutnya, anggota Komisi VI DPR ini, mendorong pemerintah mencari solusi lain yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara selain menaikkan PPN.

“DPR berharap masih banyak jalan lain yang tetap bisa memperkuat ekonomi Indonesia dalam jangka panjang dan membantu membiayai APBN kita,” kata Mukhtarudin.
 

Baca Juga  Proyek ‘Roro Jonggrang’ Minim Libatkan Publik, INDEF Anggap Wajar BPK Nilai IKN Bermasalah

Back to top button