NasionalJateng

DPRD Kota Semarang Dorong Pemkot Sediakan Fasilitas Peserta Didik Berkebutuhan Khusus

inilahjateng.com (Semarang) – DPRD Kota Semarang mendorong Pemerintah Kota Semarang untuk menyediakan fasilitas pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas.

Sekretaris Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi Utomo mengatakan dengan adanya fasilitas pendidikan bagi penyandang disabilitas artinya akan lebih memperhatikan pengembangan pendidikan dengan mendukung karakteristik individu siswa.

Anang menyebut, perlu juga adanya penambahan jumlah guru pendamping khusus (GPK) di sekolah reguler yang bisa mempelajari dan memahami karakteristik semua peserta didik.

Ia menjelaska kemampuan pedagogik dari guru pendamping khusus di sekolah ini sangat penting, tujuannya agar semua peserta didik bisa mendapatkan kualitas pendidikan yang baik, termasuk bagi anak-anak penyandang disabilitas.

“Jangan sampai anak-anak yang sebenarnya bisa bersekolah di sekolah reguler atau sekolah inklusi, tapi malah disekolahkan di Sekolah Luar Biasa (SLB), padahal hal ini bisa mempengaruhi secara psikologis anak. Kan nantinya anak-anak juga berbaur dengan masyarakat lainnya,” kata Anang, Sabtu (30/12/2023).

Anang mengatakan Pemkot Semarang seharusnya mulai menyiapkan dan menyediakan sarana prasarana pendukung bagi peserta didik berkebutuhan khusus.

Baca Juga  Mau Liburan, Ini Daftar Kereta Api Bertarif Dibawah Rp 100 Ribu

Misalnya melalui Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim), dan Penataan Ruang (Distaru) dengan membuat jalur khusus untuk tuna netra, maupun toilet khusus penyandang disabilitas.

“Sekarang masih belum optimal, belum lagi ke tempat umum lainnya seperti masjid dan perkantoran. Tidak bisa diakses seluruhnya dengan baik,” bebernya.

Pemkot, lanjutnya, harus memperhatikan peserta didik berkebutuhan khusus, agar punya kesempatan yang sama di masa depan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik sehingga bisa membuat mereka  mandiri.

“Termasuk, pemberian kuota bagi mereka untuk nantinya bisa berkarir di perusahaan, atau di pemerintahan,” tambahnya.

Pihaknya mendorong adanya sekolah inklusi agar bisa memenuhi pelayanan pendidikan bagi semua peserta didiknya. “Termasuk lembaga assesment bagi anak berkebutuhan khusus, yang digratiskan pemerintah. Sehingga setelah lulus assesment yang dibiayai pemerintah tersebut mereka bisa diterima di sekolah reguler, inklusi atau SLB,” tandasnya.

Baca Juga  Dibully Soal Rob Sayung, Gubernur Luthfi: Itu Obat, Saya Tetap Kerja Ikhlas

Sementara itu, Sub Koordinator Kurikulum dan Penilaian SMP Dinas Pendidikan Kota Semarang, Fajriah menjelaskan, peserta didik penyandang disabilitas atau peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) di sekolah reguler adalah kewenangan Dinas Pendidikan Kota Semarang. Hal tersebut juga termasuk pemenuhan sarana dan prasarana di sekolahnya yang disesuaikan dengan keinklusian.

“Sekarang ada sekitar 200 peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Paling banyak yang punya keterbatasan lambat belajar, ini secara fisik tidak kasat mata,” beber Fajriah.

Hal tersebut berbeda dengan penyandang disabilitas seperti tuna daksa atau cacat fisik yang membutuhkan kursi roda, maupun jalur jalan khusus yang sudah terpenuhi. “Kemudian disiapkan toilet sekolah khusus disabilitas. Karena tuna daksa tidak banyak sehingga dipenuhi dulu,” imbuhnya.

Terkait penyediaan guru pedagogik, lanjut dia, memang idealnya di sekolah inklusi ada guru kelas, guru mata pelajaran (mapel) dan guru pendamping (shadow teacher).

Namun, saat ini guru pendamping khusus (GPK) di kota Semarang dari pelatihan Kemendikbud berjumlah 15 guru. “Lalu, ada tambahan sebanyak 80 GPK lagi usai kegiatan Bimtek Kurikulum Peserta Didik Berkebutuhan Khusus pada Bulan Desember ini oleh Disdik Kota Semarang, sehingga sekarang menjadi 95 GPK. Mereka juga dibekali materi dari alumni Kemendikbud,” tuturnya.

Baca Juga  Menhub Apresiasi Penetapan Hari Keselamatan Lalu Lintas

Diharapkan, dengan makin banyaknya GPK sekolah menjadi lebih siap menerima PDBK dan bisa memberikan layanan pendidikan bagi semua peserta didik tanpa terkecuali.

Di Kota Semarang sendiri ada sebanyak 58 sekolah inklusi tingkat SMP. “Sedangkan kalau untuk siswa autis diharuskan ada guru damping, namun dilihat dulu perilakunya. Kami nanti berkoordinasi dengan pihak sekolah dan orang tua siswa untuk proses pembelajaran, kurikulum dan assesmentnya sesuai aturan inklusi,” ungkapnya.

Apalagi di kota Semarang saat ini telah terdapat Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) dibawah Disdik yang didalamnya terdapat psikolog untuk memberikan assesmen dan pendampingan PDBK inklusi permanen dan temporer. Sehingga sangat membantu assesmen PDBK sesuai jenis keinklusian mereka. (LDY)

Back to top button