Acara Festival Lima Gunung XXIV, Kearifan Lokal Kepada Tantangan Zaman

inilahjateng.com (Kabupaten Magelang) – Festival Lima Gunung (FLG) XXIV, sebuah perayaan seni, budaya, dan tradisi kembali akan digelar pada tanggal 9-13 Juli 2025 mendatang, di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Acara yang diselenggarakan oleh Komunitas Lima Gunung ini juga bertepatan dengan perayaan tradisi ‘Suran Tutup Ngisor’ ke-90, yang menandai Tahun Baru Jawa.
Dengan tema yang menggugah, ‘Andhudhah Kawruh Sinengker’ (Menggali Pengetahuan yang Tersembunyi), festival ini menampilkan instalasi Ganesha raksasa berukuran 7×4 meter yang terbuat dari bahan-bahan pertanian alami di sekitar Gunung Merapi. Ganesha ini, dengan empat tangan memegang arit, pacul, kendi, dan padi, serta belalainya memegang pena, melambangkan upaya komunitas untuk menggali kearifan lokal dan ilmu kehidupan yang mendalam.
Komunitas Tjipto Boedaja Tutup Ngisor, salah satu basis utama Komunitas Lima Gunung (yang mewakili Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh), secara rutin mengadakan tradisi ‘Suran Tutup Ngisor’ setiap tanggal 15 Sura, bertepatan dengan munculnya bulan purnama.
Ketua Komunitas Lima Gunung, Sujono menjelaskan, tema ini adalah respons kritis terhadap isu-isu global dan lokal saat ini, termasuk nilai-nilai kemanusiaan, realitas sosial, politik, hukum, ekonomi, dunia maya, dan lingkungan. ‘Kami bertujuan membongkar nilai-nilai dan makna yang tersimpan dalam memori budaya sebagai warisan peradaban, guna menavigasi kerumitan saat ini dan melahirkan nilai-nilai baru yang relevan, namun tetap berakar pada budaya masyarakat dan kebangsaan,’ kata dia dalam jumpa pers di Studio Mendut Kabupaten Magelang, Kamis (3/7/2025).
Festival lima hari ini menampilkan program yang mengesankan dengan 93 mata acara, meliputi ritual sakral dan beragam pertunjukan seni. Dengan sekitar 1.225 penampil, festival tersebut mempersembahkan kelompok seni dari Magelang, serta seniman dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Riau. Seniman internasional dari Jepang dan Argentina juga turut memeriahkan panggung-panggung FLG yang uniknya dibangun dari material alam.
“Ini hasil refleksi atas keadaan akhir-akhir ini lalu pentingnya membuka, mengulik ilmu pengetahuan dari warisan leluhur dan orang bijak pandai, yang menjadi ‘piningit’ (pingitan),” kata pendiri dan budayawan Komunitas Lima Gunung Sutanto Mendut dalam konferensi pers
Rangkaian acara tradisi ‘Suran’ meliputi Uyon-Uyon Candi, pembacaan Yasin, kenduri, pemasangan sesaji dusun, tirakatan, panembrama, Beksan Kembar Mayang, pertunjukan wayang orang sakral ‘Tumbung Tugu Mas’, dilanjutkan dengan pementasan Jatilan Suran. Sementara itu, program FLG menghadirkan kirab budaya, berbagai tarian tradisional, klasik, dan kontemporer, musik, pembacaan puisi dan guritan, teater, performa seni, wayang kontemporer, dan pidato kebudayaan.
Salah satu momen penting FLG XXIV adalah peluncuran buku foto ‘Arung Lima Gunung’ yang mendokumentasikan perjalanan Festival Lima Gunung sejak edisi pertama pada tahun 2002 (FLG I) hingga 2024 (FLG XXIII). Buku ini berisi foto-foto dari 14 fotografer dan akan menjadi bagian dari koleksi perpustakaan Studio Mendut di Magelang.
Sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka dalam bidang seni dan budaya, Komunitas Lima Gunung juga menganugerahkan ‘Uma Gunung Award’ kepada lima tokoh dan entitas seni terkemuka, yakni KH Hamam Djafar, M Habib Chirzin, Pastor Gabriel Possenti Sindhunata SJ (Romo Sindhu), Jacob Oetama, dan kelompok musik Kiai Kanjeng.***
Simak terus inilahjateng.com untuk mendapatkan informasi baru dan perkembangan beragam berita peristiwa menonjol di Jawa Tengah serta nusantara mulai politik, hukum, kriminal, ekonomi-bisnis, sosial-budaya, olah raga, kesehatan, pendidikan, pariwisata, hiburan (entertainment), hingga kearifan lokal (local wisdom) dan lainnya.