Jateng

API Jateng Beberkan Industri Tekstil di Ujung Tanduk

inilahjateng.com (Solo) – Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) secara nasional kini berada di ujung tanduk. Hal ini seiring diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 8 tahun 2024 yang mengatur kebijakan impor.

Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Liliek Setiawan mengatakan, dengan adanya peraturan tersebut justru memperburuk kondisi industri TPT.

Sehingga berimbas pada industri kain, benang, dan serat yang tak lagi mampu meningkatkan utilisasinya yang saat ini hanya berkisar 45 persen. 

“Sistem perekonomian dalam negeri saat ini gagal dalam melindungi pelaku maupun pasar dalam negeri,” katanya, Rabu (26/6/2024).

Menurutnya, yang terjadi di pasaran saat ini bukan lagi sekadar dumping yang harus dihadapi oleh industri TPT dalam negeri, tetapi sudah mengarah pada persaingan tak sehat berupa prodatory pricing, atau strategi ilegal menjual barang di bawah harga yang merupakan salah satu trik perdagangan yang bertujuan untuk monopoli. 

Dia mencatat, sekarang ini Indonesia bukan lagi satu-satunya negara pengekspor hasil industri TPT di dunia.

Selain negara-negara Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar di kawasan Indocina yang merupakan negara tujuan relokasi industri tekstil Cina, India, Bangladesh dan Pakistan atau IPB, juga menjadi pesaing Indonesia.

“Indonesia dengan jumlah penduduk 270 juta, menjadi salah satu pasar tujuan utama produk Cina. Di saat membanjirnya produk impor dengan praktik predatory pricing, perlindungan market di dalam negeri dalam bentuk tarif maupun non tarif terbilang sangat lemah,” terangnya. 

Kondisi tersebut menurut Liliek, akan membawa dampak yang bisa mematikan pelaku usaha lokal, mulai industri besar bahkan termasuk UMKM.

Fakta yang sudah terlihat saat ini, lanjut dia, satu per satu perusahaan tekstil pun mulai bertumbangan.

Padahal selama ini industri TPT termasuk padat karya yang menyerap ribuan pekerja.

“Data kami di BPD API Jateng minimal 6 perusahaan tesktil skala besar yang gulung tikar. Saya rasa total pekerja terdampak ada 7.000-an dan mungkin lebih. Cukup signifikan. Perusahaan tekstil yang tutup data terakhir di Ungaran. Jadi setelah ada 6 perusahaan di kloter pertama, berikutnya kloter kedua ada 4 perusahaan lagi. Total 10 perusahaan yang masuk anggota API Jatemg melakukan penutupan usaha,” jelasnya. 

Liliek menilai adanya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang merupakan revisi dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023 justru lebih berpihak pada importir umum, pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API U), daripada mengedepankan upaya negara untuk menggenjot industri TPT domestik. 

“Dampaknya, bakal membuat Indonesia tenggelam kebanjiran produk garmen atau tekstil impor,” ungkap Lilik.

Berikutnya, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para pekerja industri TPT itu pun diprediksi berlanjut. 

“Negara dalam hal ini harusnya hadir untuk memberi solusi, kalau tidak, ya sudah, industri TPT hanya tinggal menghitung hari,” tandas dia. (DSV)

Baca Juga  Kominfo Kota Semarang Siapkan Tim Waspadai Kebocoran Data
Back to top button