Aset Sritex Disita Kejagung, Buruh Terancam Tak Dapat Pesangon

inilahjateng.com (Solo) – Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyita 72 unit mobil milik PT Sritex dalam kasus dugaan korupsi kredit macet menuai sorotan tajam dari kalangan buruh.
Kuasa hukum DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Tengah, Machasin Rochman, menyatakan keberatan atas tindakan penyitaan tersebut.
Machasin menyebut Kejagung seharusnya menghormati proses hukum yang tengah berjalan di pengadilan niaga.
Sebab, seluruh aset PT Sritex sudah berada dalam pengawasan kurator berdasarkan penetapan resmi dari pengadilan pasca perusahaan tekstil raksasa itu dinyatakan pailit.
“Kami sangat menyayangkan. Barang-barang itu sudah menjadi bagian dari masa insolvensi dan berada dalam kewenangan kurator. Kejagung tidak bisa sembarangan menyita,” tegas Machasin, Kamis (10/7/2025).
Menurutnya, tindakan penyitaan oleh Kejagung justru berpotensi menghambat proses pembayaran pesangon kepada para mantan karyawan Sritex.
Padahal, aset-aset tersebut menjadi tumpuan utama untuk melunasi hak-hak pekerja yang belum dibayar.
“Kalau mobil-mobil itu disita, bagaimana kami bisa menjualnya untuk bayar pesangon? Hak buruh itu prioritas dalam urusan kepailitan. Kejagung seharusnya menahan diri,” kritiknya.
Machasin juga mengungkap, proses lelang sebenarnya sudah dijadwalkan berlangsung bulan Juli ini.
Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) pun telah menyelesaikan proses penilaian aset sebagai prasyarat pelelangan.
“Ini ironis. Proses penilaian sudah rampung, lelang sudah dijadwalkan, dan tiba-tiba mobilnya disita. Padahal belum ada putusan pengadilan yang membatalkan penetapan pailit. Kejagung seakan mengabaikan itu,” ujar Machasin.
DPD KSPSI Jawa Tengah, lanjutnya, akan terus menekan agar hak-hak buruh tetap menjadi prioritas utama, sekaligus meminta Kejagung bersikap hati-hati dalam menangani perkara yang menyentuh ranah hubungan industrial.
“Ini bukan sekadar perkara pidana korupsi. Ada ribuan buruh yang nasibnya bergantung pada hasil penjualan aset ini. Jangan sampai upaya penegakan hukum malah menambah korban di pihak pekerja,” tandasnya. (AKA)