Banyak Balita Tak Ikut Posyandu, Angka Stunting Meningkat Lagi

inilahjateng.com (Semarang) – Angka stunting di Kota Semarang mengalami peningkatan yang jumlahnya menjadi 1.199 balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang alias stunting.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, M. Abdul Hakam membeberkan salah satu alasan peningkatan angka stunting karena balita tidak ikut kegiatan Posyandu dan baru terdata pada Oktober 2024.
Data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang pada Agustus 2024 angka stunting berjumlah 1.096 kasus dengan presentasi 1,31 persen mengalami kenaikan pada Oktober 2024 sebanyak 1.199 kasus dengan presentasi 1,46 persen.
“Pada bulan Agustus ada intake intervensi serentak dan semua Posyandu aktif, balita juga datang sehingga akhirnya data baru teridentifikasi kasus stuntingnya,” ungkap Hakam, Kamis (14/11/2024).
Hakam menyampaikan kenaikan stunting pada akhir tahun ini karena ketidakaktifan orang tua yang tidak membawa balitanya ke posyandu.
Sehingga mereka tidak mendapatkan intervensi salah satunya makanan tambahan.
“Mereka pasti akan kita lihat dari sisi status gizinya, apakah dia masuk di stunting atau masuk di wasting , underweight dan wefeltering jika 2-3 bulan berturut-turut berat badannya tidak naik,” jelasnya.
Menurutnya, kasus ini juga bisa jadi karena dari hulunya wefeltering dan underweight yang tidak terintervensi dengan bagus sehingga akan lari ke stunting.
“Tidak menutup kemungkinan, hulunya dari sana yang tadinya wefeltering dan underweight bisa jadi kalau tidak terintervensi dengan bagus, nanti dia juga akan lari ke stunting juga,” paparnya.
Penanganan kasus juga dilihat dari hulunya yang 15 persen karena ketidakaktifan mengikuti posyandu. Untuk penanganan wefeltering selama 2minggu, wasting 2 bulan atau 8 minggu dan stunting 3 bulan.
“Masalahnya juga karena kadang-kadang terbatas, ada yang sudah 3 bulan intervensi masih belum perbaikan, 2 bulan intervensi belum ada perbaikan, celah untuk mencari bantuan intervesi ya dari ABPD atau CSR masyarakat sekitar,” bebernya.
“Secara teori tidak semua anak itu bisa kita kasih 3 bulan kemudian lulus, ada yang kemudian seminggu sakit. Apalagi musim seperti ini, kekebalan nggak bagus sekali sakit turun lagi berat badan, tinggi badannya enggak mau naik,” imbuhnya.
Hakam menerangkan, selain Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tentunya imunisasi juga dapat mencegah penyakit dan pemberian makanan utama dari orang tua.
Pemberian gizi kepada anak kurang, karena kalori yang didapat dalam satu hari ke anak harus 1400 kalori sedangkan yang diberikan orang tua hanya 1100 kalori.
“Kenapa di Semarang Utara dan Timur kasus stuntingnya tinggi, karena yang bermasalah dengan gizi cukup banyak. Misal nilai gizi yang diberikan dalam satu hari 1400 kalori, ini cuma 1100 kalori. Padahal itu sudah mutlak harus 1400 kaloti,” tegasnya.
Ia juga mencontohkan faktor yang mendorong naiknya kasus stunting juga dari lingkungan.
“Contohnya, rumah tidak layak, sanitasi dan kebutuhan air bersih, dan ini sudah kita rapatkan dengan teman-teman kecamatan terkasit lingkungan,” ujarnya.
Dia menyimpulkan, kenaikan kasus stunting pada Oktober 2024 ini dikarenakan beberapa faktor, yakni tidak aktifnya dalam posyandu, lingkungan, ekonomi dan penyakit penyerta.
“Stunting harus kita harus bisa prediksikan.kira-kira ada berapa. Karena semuanya itu harus di intervensi tidak hanya yang stunting, ibu hamil yang Kekurangan Energi Kronis (KEK), anemia itu nanti akan kita rekap semua,” pungkasnya. (LDY)