Jateng

Bedah Buku ‘”Jalan Pulang: Seni Mengelola Takdir” Karya Prof Komaruddin

inilahjateng.com (Semarang) – Sosok Prof Komaruddin, seorang akademisi yang tetap santri, cendekiawan, senior citizen yang nasionalis, sekaligus religius yang menjadi salah satu teladan dan role model pendidik di negeri ini.

Hal itu diungkapkan Rektor USM, Dr Supari ST MT dalam Bedah Buku “Jalan Pulang : Seni Mengelola Takdir” karya Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A.,Ph.D., yang berlangsung di Auditorium Ir. Widjatmoko (USM).

Menurut Supari, ada dua hal yang menjadi catatan pada buku “Jalan Pulang : Seni Mengelola Takdir” yaitu setiap individu percaya takdir dan memiliki pilihan sejak awal terkait padangan masa depan.

“Saya membayangkan Mas Komaruddin melihat dengan jelas masa depannya akan gemilang di Jakarta, bukan ikut teman-temannya ke pulau lain. Paling tidak itu pilihan beliau. Beliau telah mengubah kekhawatiran dan ketakutan menjadi motivasi dan mewujudkan impiannya. Beliau tahu bahwa waktunya terbatas, maka harus diisi dengan hal-hal yang bermakna, untuk mencapai impiannya,” ungkapnya, Minggu (28/7/2024).

Lebih lanjut Supari mengatakan, sejalan dengan tekad USM menjadi universitas yang unggul, USM adalah jembatan masa depan.

Baca Juga  Dukung Ketahanan Pangan, Polres Jepara Panen Raya Jagung

“Dengan HATI, USM membangun negeri. Saya sebagai Rektor berharap akan muncul orang-orang yang akan mengikuti prestasi dan sosok seperti beliau dari anak muda yang ada di USM, baik mahasiswa maupun dosen yang mempunyai potensi untuk berkembang ke masa depan,” tambahya.

Buku yang ditulis oleh pria kelahiran di Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, pada 18 Oktober 1953 itu berisi autobiografi perjalanannya dalam menghadapi tantangan dan mencapai kesuksesan dengan nekat pergi ke Jakarta pada 1974 tanpa permisi dengan orang tuanya, sementara senior hingga tetangganya transmigran ke luar pulau sebab hopeless pada keadaan inflasi masa itu.

“Dan ketika sampai di sana, saya merasakan ada 1001 pintu sukses terbuka di Jakarta. Saya juga merasa jika bisa menaklukan Jakarta, mengapa tidak bisa untuk keliling di negara lain, dan saya sudah mengunjungi 55 negara. Saya mencintai novel petualangan, saya merasakan bahwa hidup mengasikkan ketika diisi berbagai tantangan,” kata Prof. Komaruddin.

Selama perjalanannya, Prof Komaruddin mencapai kesuksesan dangan pernah menjabat sebagai Rektor Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Rektor UIN Jakarta, Ketua Panitia Pengawas Pemilu 2004, Guru Besar Filsafat Agama Universitas Islam Negeri Yarif Hidayatullah Jakarta, hingga telah menciptakan beberapa karya tulis buku.

Baca Juga  Tim PkM USM Beri Edukasi Coretax kepada UMKM Paguyuban Pasar Johar Selatan Semarang

“Sejak di pesantren saya diajari, pangkal kesuksesan adalah percaya diri. Waktu itu saya tidak merasa pintar, tapi kiai saya bilang, kamu harus cinta ilmu dan jaga integritas, maka kamu tidak usah khawatir hidup di mana saja. Kepada anak muda, ayolah Anda ukir masa depan dan ciptakan takdir Anda, karena secara umum, kita bisa mengelola takdir dengan pelajari sebab akibatnya dalam hidup,” terangnya.

Siapa Malas akan Tergilas

Ketua Pembina Yayasan Alumni Undip, Prof. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D., menilai buku autobiografi Prof Komaruddin mengalir, lugas, dan jujur.

“Biasanya biografi ditulis orang lain yang merupakan kompilasi dari pesan kesan pandangan dari kolega, atasan, bawahan ditulis dalam buku. Tapi ini ditulis oleh diri sendiri. Salah satu risiko menulis biografi diri sendiri itu melenceng. Tapi dengan tulisan yang lugas, jujur, itu dalam pandangan saya, unsur melenceng itu jadi kecil,” tandasnya.

Baca Juga  Halangi Air Rob Masuk Jalan, Pemprov Jateng Pasang Barrier

Menurutnya, ada 3 pelajaran yang bisa dipelajari yaitu siapa yang malas akan tergilas, siapa yang melangkah berjalan tegap pasti sampai tujuan.

Lalu pengakuan bahwa keberhasilan penulis karena bekal yang diperoleh selama menjadi aktivis.

“Saya kira soft skill itu penting sekali. Yang ketiga adalah jadi transformasi dari cara berpikir yang doktriner menjadi cara berpikir pluraris, yang egaliter menghargai pandangan orang karena pergaulan beliau dengan senior-seniornya. Buku ini menurut saya mewakili pribadi mas komar yang out of the box, tidak mengikuti pakem,” ujar Prof. Sudharto.

Dalam pandangan Prof Sudharto, ada 3 pelajaran yang bisa diambil dalam buku ini. Jadi, perjalanan Mas Komar dari Muntilan ke Jakarta itu dipandang sebagai sebuah hijrah yang bukan hanya hijrah lahiriah tetapi juga hijrah rohaniah.

“Kata kuncinya dalam salah satu pelajaran adalah siapa yang malas akan tergilas, siapa yang melangkah berjalan tegap pasti sampai tujuan,” tandasnya. (RED)

Back to top button