BPBD Kota Semarang Akan Tambah Titik Pemasangan EWS

inilahjateng.com (Semarang) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang dirasa perlu memasang early warning system (EWS) terutama di titik rawan terjadinya luapan banjir di daerah aliran sungai (DAS) di Kota Semarang.
Apalagi saat ini sudah memasuki pancaroba yang merupakan transisi dari musim kemarau ke musim hujan.
Sehingga EWS yang berfungsi untuk meminimalisir adanya korban jiwa maupun kerugian materi dampak dari bencana banjir bisa dipasang.
Kepala BPBD Kota Semarang, Endro P Martanto menyebut saat ini ada 18 EWS yang telah terpasang dan disebar dari hulu ke hilir wilayah sungai di Kota Semarang.
Fungsinya untuk memantau kenaikan debit air dari tiap sungai.
EWS dipasang di sungai-sungai yang berbatasan dengan perumahan warga maupun sungai yang memiliki potensi meluap cukup tinggi.
Misalnya di wilayah DAS Kali Sringin, Pudakpayung, Bendung Kali Plumbon hingga Banjir Kanal Timur (BKT).
“Di tempat titik rawan sudah kita cukupi, walaupun berbicara kebutuhan ya, memang itu disemua sungai yang berpotensi ada luapan banjir itu perlu untuk dipasang EWS. Tapi untuk sementara ini cukup sebagai peringatan dini kepada masyarakat dan mitigasi evakuasi warga yang bertempat tinggal di dekat lokasi saat banjir datang,” kata Endro, Selasa (8/10/2024).
Endro mengatakan ada lagi antisipasi untuk menghadapi musim penghujan selain memasang EWS, yakni pengerukan saluran yang mampet serta pengangkatan sedimen lumpur.
“Selain peralatan EWS sebagai upaya mitigasi bencana banjir maupun tanah longsor, penting juga agar masyarakat memiliki pengetahuan dan wawasan tanggap bencana di lingkungannya masing- masing,” terangnya.
Sedangkan, untuk penambahan EWS, lanjut Endro, akan ada tiga rencana pemasangan perangkat EWS baru sampai akhir tahun 2024, yaitu di Masjid Baitul Mutaqin Perumahan Wahyu Utomo, Kali Babon Hulu Meteseh, dan Bendung Pucang Gading (BKT) hulu.
Sebelumnya, dari BMKG telah mengeluarkan imbauan untuk waspada dan siap siaga terhadap cuaca ekstrem pada awal sampai pertengahan bulan Oktober di wilayah Jawa Tengah karena telah memasuki musim transisi dari musim kemarau ke musim hujan atau disebut masa Pancaroba.
Dimana, pada bulan Oktober ini posisi semu matahari yang mulai bergeser dari belahan bumi utara (BBU) ke Belahan Bumi Selatan (BBS) mengakibatkan wilayah di selatan khatulistiwa seperti di Jateng memasuki musim transisi dari musim kemarau ke musim hujan.
“Pada masa transisi ini, kondisi atmosfer cenderung labil sehingga berpotensi terjadi awan colomunimbus (Cb) yang dapat memicu terjadinya cuaca ekstrem, seperti kilat/petir, angin kencang, puting beliung, hujan lebat dan hujan es (hail),” kata Kepala Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Yoga Sambodo. (LDY)