Cacat Hukum, Putusan Pidana I Nyoman Adi Rimbawan Batal Demi Hukum

inilahjateng.com (Semarang) – Tim Penasihat Hukum Terpidana I Nyoman Adi Rimbawan, menilai putusan pidana 18 tahun penjara yang dialamatkan kliennya harus dinyatakan batal demi hukum.
Pasalnya, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menjadi dasar putusan majelis hakim PN, Banding dan Kasasi terbukti cacat hukum.
Atas putusan yang cacat formil itu, Tim Penasihat Hukum Terpidana, I Nyoman Adi Rimbawan yang terdiri atas Zardi Khaitami SH, S Hidayat SH dan Akbar RT SH mengajukan delapan novum (bukti baru) pada sidang Peninjauan Kembali (PK) yang digelar Pengadilan Negeri Semarang (PN) Semarang.
“Syarat formil dalam surat dakwaan JPU tidak terpenuhi, khususnya soal umur. Pada saat Titi Sari Wardani alias Tisa melaporkan pelecehan seksual kepada bapak tirinya, I Nyoman Adi, korban sudah dewasa. Uniknya, majelis hakim pada putusan menggunakan pelanggaran pasal kekerasan terhadap anak (UUPA pasal 76D),” ujar tim kuasa hukum terpidana Zardi Khaitami SH dalam keterangannya, Kamis (14/12/2023).
Menurut Zardi, panggilan akrab Zardi Khaitami SH, penggelindingan perkara pelecehan ini terkesan dipaksakan. Laporan pelecehan seksual dinilai hanya mengada-ada.
Hal ini lanjutnya, ditengarai dengan keganjilan dari sejumlah barang bukti yang diajukan JPU pada persidangan.
Kejanggalan barang bukti itu, lanjut Zardi, berupa keterangan bukti visum dari rumah sakit di Semarang dan Jakarta. Visum itu menyebutkan adanya kerusakan pada alat vital korban akibat benda tumpul.
Visum itu sendiri, sambung Zardi, dibuat/dikeluarkan rumah sakit setelah beberapa tahun kejadian perkara.
“Perkara terjadi pada tahun 2012, tapi visum dibuat tahun 2018. Isi kedua visumnya pun berbeda, yang terakhir menyebutkan kerusakan pada alat vital korban semakin banyak dan membesar,” paparnya.
Kejanggalan lain, lanjut Zardi, korban Titi Sari Wardani alias Tisa dalam pengakuan di depan sidang majelis hakim menuturkan bahwa dirinya telah digauli terpidana selama lima tahun.
Dari rentang waktu itu, dirinya mengaku telah digauli Nyoman sebanyak 1000 kali.
Yang mengherankan, sambung Zardi, saat Titi Sari pindah rumah dan memilih tinggal bersama ayahnya dan pacarnya, ia mencari visum yang pertama.
“Saat membuat laporan di RS Kariadi diterangkan ada kerusakan di beberapa bagian di alat vitalnya,” paparnya.

Tak puas dengan visum pertama, menurut Zardi, korban selang 7 bulan kemudian mendatangi RSCM Jakarta untuk membuat visum yang kedua. Padahal saat itu terpindana Nyoman sudah mendekam di sel tahanan.
“Korban mencari visum lagi untuk menunjukkan bahwa kerusakan alat vitalnya sebagai bertambah besar, terutama di bagian vagina dan anusnya. Aneh kan? Nyoman sudah di penjara, tiba-tiba kerusakan alat vital anak tirinya jadi bertambah parah,” kata Zardi.
Zardi menegaskan, delapan bukti baru yang disampaikan terpidana pada sidang PK ini perlu mendapat perhatian dari majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini.
Masalah bukti-bukti baru yang diajukan terpidana itu belum mendapat perhatian dari persidangan sebelumnya.
Dia juga meminta JPU bisa menjelaskan pada jawaban atau kontra memori akan yang disampaikan pada sidang pekan depan.
“Silahkan JPU memberikan kontra memori atas delapan bukti baru dari kami. Kami akan lihat apakah JPU juga bisa menyampaikan bukti baru dari kontra memori. Saya yakin, JPU tidak bisa memberikan bukti baru, karena dasar untuk menjerat terpidana pada surat dakwaannya cacat hukum. Syarat formil tidak bisa dipenuhi, sehingga putusan harus dinyatakan batal demi hukum,” tandasnya. (RED)