
inilahjateng.com (Semarang) – Guru Besar Bidang Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Jenderal Soedirman, Prof Hibnu Nugroho, mengkritik keras keputusan penghentian sementara Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) oleh pihak RSUP Dr Kariadi.
Hibnu mengatakan untuk mengeluarkan surat penghentian sementara itu harus berdasarkan penelitian internal serta mekanisme evaluasi yang melibatkan semua pihak terkait.
“Tidak bisa ujuk ujuk (tiba-tiba). Harusnya ada klarifikasi terlebih dahulu. Kalau ini namanya otoriter dan itu harus dilawan,” kata Hibnu di Semarang, Minggu (1/9/2024).
Pendapat Hibnu ini disampaikan setelah keluarnya surat nomor KP.04.06/D.X/7465/2024 perihal penghentian sementara aktifitas klinis yang ditujukan kepada Dr dr Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K). Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP Dr Kariadi, dr Agus Akhmadi, M.Kes pada 28 Agustus 2024.
Dalam surat tersebut tertulis, “Menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tanggal 14 Agustus 2024 hal Pemberhentian Program Anestesi Universitas Diponegoro di RS Kariadi dan berdasarkan dugaan kasus perundungan pada PPDS Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, bersama ini disampaikan bahwa aktivitas klinis Saudara sementara dihentikan untuk menghindari konflik kepentingan sampai dengan proses penanganan kasus tersebut selesai dilakukan.”
Ia mengatakan kejadian yang dialami oleh Dekan FK Undip ini serupa dengan kondisi yang dialami oleh Dekan FK Unair, Prof dr Budi Santoso. Berdasarkan pemberitaan, Prof Budi dicopot jabatannya oleh rektor setelah bersuara lantang menolak rencana Kemenkes yang ingin mendatangkan dokter asing berpraktik di Indonesia.
“Ini sama kejadiannya (dengan kasus penghentian Dekan Unair),” tuturnya.
Secara hukum, Hibnu menyarankan agar pihak Undip bisa melayangkan gugatannya melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.
“Harusnya civitas Undip kompak. Ini harus diperjuangkan, salah satunya melalui PTUN,” jelasnya.
Terkait inti persoalan penyebab wafatnya mahasiswi PPDS Undip, dr Aulia Risma Lestari, Hibnu mengatakan, proses itu menjadi kewenangan pihak kepolisian. Hal ini disebabkan persoalan tersebut masuk pada ranah pidana. Sementara Kemenkes, kata dia, hanya memiliki kapasitas administrasi.
“Jadi tidak bisa melakukan justifikasi melalui media,” bebernya.
Hibnu juga meminta semua civitas akademika dapat memerangi praktik perundungan. Untuk itu perlu ada evaluasi dalam upaya melakukan perbaikan.
“Kalau betul itu (perundungan) terjadi maka harus ada perbaikan. Tapi ketika belum cukup bukti maka jangan terlalu dini untuk menggiring opini terjadi perundungan, apalagi sampai dugaan bunuh diri,” pungkasnya. (LDY)