Jateng

Dewan Ingin Anak Disabilitas Dapat Pendidikan Layak

inilahjateng.com (Semarang) – DPRD Kota Semarang menyoroti terkait pendidikan untuk anak disabilitas.

Sekretaris Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi Utomo menilai sekolah ramah anak bagi difabel harus bisa terintegrasi mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga pendidikan tinggi.

“Kami ingin saudara-saudara penyandang disabilitas mendapatkan bekal pendidikan yang layak seperti masyarakat yang lain. Mulai dari SD, SMP, SMA dan syukur-syukur hingga perguruan tinggi dan bisa lulus,” kata Anang, Kamis (20/6/2024).

Sekolah inklusi menurut Anang harus benar-benar disiapkan secara optimal.

Sehingga sekolah inklusi bisa berjenjang bagi penyandang disabilitas mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi.

Dulu, kata dia, ada beberapa sekolah yang disiapkan sebagai sekolah inklusi, yakni sekolah reguler yang menerima siswa berkebutuhan khusus, tetapi sekarang seluruh sekolah sudah inklusi.

Baca Juga  Ratusan Peserta Ikuti Jalan Sehat Dies Natalis Ke-38 USM

“Tapi yang terjadi masih belum optimal. Daripada dimassalkan tapi tidak bisa optimal, paling tidak Disdik (Dinas Pendidikan) punya project sekolah inklusi per jenjang pendidikan,” tuturnya.

Anang menyampaikan nantinya sekolah yang akan menjadi percontohan akan dibiayai untuk pemenuhan sarana, prasarana dan fasilitas pendukung untuk bisa mengakses siswa yang berkebutuhan khusus dengan baik.

“Jadi harus ada model dulu, baru sekolah-sekolah lain melakukan studi tiru di sana dan mengimplementasikan. Sekolah inklusi ini berbeda dengan SLB (sekolah luar biasa) karena pada dasarnya sekolah reguler,” jelasnya.

Meski demikian, Anang melihat justru yang menjadi kelebihan sekolah inklusi adalah siswa berkebutuhan khusus bisa membaur dengan siswa-siswa lainnya.

Baca Juga  Rayakan Ulang Tahun ke-64, Jokowi Gelar Syukuran Tumpeng di Rumah Solo

Sehingga akan membiasakan mereka saling membaur dan mandiri dalam kehidupan nantinya.

“Makanya, paling tidak ada pilot project dulu. Sekolah ramah difabel kan harus disiapkan, mulai jalan masuk sekolah, jalan ke kelas. Nah, ini kan harus dipilih di antara sekolah-sekolah yang ada,” paparnya.

Anang memberikan contoh yakni SMPN 19 Semarang yang akan kesulitan menerapkan karena kontur lokasi sekolah yang berbukit atau SMPN 45 yang memiliki struktur bangunan bertingkat tinggi sampai empat lantai.

“Kemudian, sarana prasarana, SDM, yakni guru pendamping, kemudian fasilitas umum, termasuk kamar mandi. WC untuk penyandang difabel kan harus ada ukuran tertentu, tidak bisa disamakan karena harus bawa kursi, atau alat bantu lain,” pungkasnya. (LDY)

Back to top button