NasionalJateng

Dewan Pakar Dituding Mafia Tanah, Pemuda Pancasila MPW Jateng Ambil Sikap

inilahjateng.com (Semarang) – Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila MPW Jateng sesalkan pernyataan Anggota DPR RI Komisi III, Dede Indra Permana, yang menuding dokter S, menjadi pelaku praktik mafia tanah di Kota Semarang.

Pernyataan Anggota DPR RI Komisi III, Dede Indra Permana S, dilontarkan ke awak media pada Senin (22/5/2023) lalu.

Ketua Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila MPW Jateng, Rizka Abdurrahman, mengatakan, Dokter S merupakan bagian Pemuda Pancasila sebagai dewan pakar. Pihaknya menyesalkan pemberitaan yang menyudutkan dokter S.

“Yang mana pernyataan itu dikeluarkan oleh oknum partai politik yang merupakan anggota DPR RI membawahi bidang hukum,” ujarnya kepada tribunjateng com, Rabu (20/9/2023).

Pihaknya sebagai ormas Pemuda Pancasila dan perwakilan masyarakat melihat pemberitaan itu tidak obyektif serta menyerang kehormatan pribadi dokter S.

Dia menjelaskan, sengketa tanah yang terjadi di pangkalan truk Kelurahan Genuksari Kecamatan Genuk Kota Semarang itu dan dituduhkan kepada dokter S dianggap tidak benar serta tidak mendasar.

Baca Juga  Plh Bupati Demak Sambut Kepulangan Jamaah Haji

“Permasalahan yang terjadi murni tumpang tindih tanah. Bukan penguasaan tanah tanpa izin seperti yang dituduhkan dalam pemberitaan nasional,” tuturnya.

Menurutnya dokter S di obyek tanah itu memiliki alas hak yaitu sertifikat hak milik sebagai kepemilikan dan produk dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Semarang.

Historis obyek tanah dokter S itu berasal dari warisan orang tuanya yang awalnya surat letter c. Kemudian disertifikatkan sesuai ketentuan berlaku dan Undang-undang pertanahan di Indonesia.

“Mustinya DIP yang merupakan anggota DPR RI melakukan pengecekan data terlebih dahulu secara komprehensif sebelum membuat pernyataan tuduhan berkaitan dengan mafia tanah,” tegasnya.

Rizka menuturkan ormas Pemuda Pancasila Jateng justru mempertanyakan terbitnya sertifikat hak milik lain kepunyaan DBS yang mempermasalahkan hal itu. Jika diruntut terbitnya SHM di obyek tanah itu awal mulanya dari buku C Desa dengan luasan 2080 meter persegi.

Baca Juga  Kartu Zilenial, Inovasi Luthfi-Yasin untuk Gen Z Berkarya

“Namun yang menjadi pertanyaan kami adalah kenapa kok dari alas hak C Desa dengan luasan 2080 meter persegi kok bisa terbit sertifikat hak milik dengan luas 5724 meter persegi,” lanjutnya.

Menurut Riska, berdasakan data dan fakta yang ada dasar penerbitan sertifikat dr S itu luasannya sesuai data yang diajukan yakni letter c.

“Jadi luasnya dengan sertifikat sama,” kata dia.

Pihaknya mempertanyakan siapa yang sebenarnya bermain menjadi mafia tanah. Seharusnya penerbitan SHM harus sesuai dengan dasar alas hak yakni buku C Desa.

“Permasalah ini muncul adanya C Desa kepunyaan DBS seluas 2080 meter persegi. Namun saat disertifikatkan menjadi 5724 meter persegi. Permasalahan ini menjadi tumpang tindih,” imbuhnya.

Pada perkara itu, kata dia, Ormas Pemuda Pancasila Jateng akan terus mengawal permasalahan tanah itu dan jangan sampai terjadi hal-hal yang menyudutkan dokter S.

“Kami dari BPPH Pemuda Pancasila Jateng berpendapat permasalahan di Kelurahan Genuksari murni tumpang tindih tanah dan murni perkara perdata. Saat ini tengah dilakukan gugatan perdata oleh dokter S di Pengadilan Negeri Semarang,” jelasnya.

Baca Juga  Desa Pengkok, Jadi Desa Sembelih Hewan Kurban Terbanyak di Sragen

Rizka menepis tudingan terhadap dokter S memerintahkan membuat akta palsu yang dimuat berbagai media online. Dirinya berpendapat dokter S merupakan korban dari oknum yang membuat akta palsu itu.

“Terkait permasalahan itu anak dari dokter S sudah melaporkan oknum itu ke Polda Jateng dengan nomor perkara LP/B/468/VIII/2022/SPKT/Polda Jateng tertanggal 19 Agustus 2022. Statusnya sudah naik penyidikan atau sudah muncul tersangka. Yang terlibat dalam hal ini oknum notaris berkantor di Kabupaten Demak,” tuturnya.

Ia menegaskan bahwa DIP merupakan seorang wakil rakyat dan bertugas menerima aspirasi masyarakat seharusnya dalam melihat suatu permasalahan dilakukan obyektif dan tidak berpihak.

“Selain itu DIP seharusnya tidak membuat pernyataan kontroversial yang sifatnya tuduhan tanpa dasar,” tandasnya. (Hrw)

Back to top button