
inilahjateng.com (Semarang) – DPRD Kota Semarang menyoroti dan mengevaluasi penanganan banjir yang ada di Kota Semarang.
Pasalnya, banjir bukan sesuatu yang datang tiba-tiba dan baru sekali atau dua kali. Tapi di Kota Semarang sudah rutin mengalami banjir di beberapa titik.
Ketua DPRD Kota Semarang, Kadarlusman mengatakan banjir di Kota Semarang memang menjadi rutinitas. Sehingga seharusnya pemerintah bisa melihat kekurangan apa saja yang harus diperbaiki agar kendala tersebut bisa teratasi.
“Kalau sudah jadi hal rutin sebenarnya gampang tinggal kita lihat kekurangan hari ini apa supaya besok tidak terulang lagi,” kata Pilus, sapaannya, usai acara dialog DPRD Kota Semarang di Patra Hotel and Convention Semarang, Senin (26/2/2024).
Ia menilai memang penanganan banjir di Kota Semarang dari tahun ke tahun ada peningkatan. Tapi, lanjut Pilus, permasalahan banjir memang harus diurai penyebabnya karena sudah menjadi tradisi tahunan.
Sementara permasalahan banjir yang utama adalah penanganan drainase dan Sub drainase yang menjadi kewenangan penuh Pemerintah Kota Semarang, sedangkan untuk normalisasi sungai memang menjadi kewenangan Balai Besar Wilayaj Sungai (BBWS) dibawah kendali Kementerian PUPR.
“Kalau drainase dan Sub drainase kan kewenangan pemkot, kalau normalisasi sungai memang BBWS, dan saat ini yang belum dinormalisasi hanya tinggal sungai Plumbon. Beringin meski kurang tahap kedua tapi hasilnya sudah nampak tidak timbul banjir lagi seperti dulu,” paparnya.
Ia menambahkan Sungai Beringin yang baru dilakukan normalisasi tahap pertama memang sudah menampakkan hasilnya. Saat ini sudah tidak banyak yang terdampak banjir. Meski memang untuk drainase dan Sub drainase yang menuju sungai beringin harus diperbaiki.
“Salah satu masalahnya kan sedimentasi yang tinggi. Pemerintah itu hanya golek gampang e (cari gampangnya) karena mengeruk sedimentasi susah maka parapetnya hanya ditinggikan terus kanan kiri sehingga rumahnya tenggelam. Tingginya atap rumah sama parapet yang dibangun hampir sama, ini yang jadi problem,” ungkapnya.
Sedangkan jika akan melakukan normalisasi namun di kanan kiri sungai sudah banyak bangunan rumah maka pemerintah perlu memikirkan untuk pembebasan lahan dan merelokasi warga saat akan melakukan normalisasi.
“Harus rembugan sama warganya, kalau relokasi pasar aja bisa, harusnya untuk yang di dekat sungai juga bisa,” tuturnya.
Sementara terkait dengan anggaran, Pilus menyebut jika sudah ada anggaran untuk penanganan banjir. Namun pihaknya menyayangkan jika penggunaan anggaran untuk penanganan banjir kurang maksimal.
“Kalau berbicara anggaran kan anggarannya ada. Nah kalau ada anggaran kenapa bisa seperti itu berarti kan kurang serius,” tegasnya. (LDY)