
inilahjateng.com (SALATIGA) – Dinas Perdagangan Kota Salatiga angkat bicara mengenai kenaikan tarif retribusi bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Komplek Pasar Raya I dan II Kota Salatiga yang menuai protes.
Kenaikan tarif itu, diklaim dilakukan karena sudah melalui serangkaian tahapan kajian yang melibatkan pihak terkait termasuk masukan dari DPRD dan Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Salatiga Kusumo Aji mengatakan, secara umum kebijakan kenaikan tarif retribusi dari Rp 1.400 perhari menjadi Rp 15.000Â tidak mendadak.
“Jadi, kenaikan retribusi itu ada yang baru naik dan ada penyesuaian. Kenaikan, mengikuti Peraturan Daerah (Perda) Kota Salatiga nomor 1 tahun 2024 tentang pajak dan retribusi daerah dimana banyak mengalami perubahan (penyesuaian tarif,” terangnya, kepada Inilahjateng.com, Rabu (29/5/2024)
Kusumo Aji menjelaskan, keluarnya Perda terbaru juga berlaku pada organisasi perangkat daerah (OPD) lain yang mengampu tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD), berupa pajak atau retribusi.
Ia mengaku, penerapan Perda juga bukan tanpa tahapan sosialisasi, sebab sejak dikeluarkan pada Januari 2024 baru dilaksanaan mulai 6 Mei 2024.
“Maka, semua menyangkut tarif retribusi bagian dari pelayanan pasar seperti pemakaian pertokoan, kios, termasuk retribusi pelataran dimana itu seringkali ditempati PKL ikut naik. Ini yang saya sebut ada penyesuaian, bukan kok langsung naik,” katanya
Kusumo Aji menerangkan, apabila muncul keluhan tarif retribusi PKL semula Rp 1.400 per hari menjadi Rp 15.000 berlaku bagi PKL yang berjualan di areal pasar baik pada siang maupun malam hari.
Keputusan menaikkan tarif retribusi kata dia, sesuai hasil kajian termasuk PKL yang biasa berjualan di depan Toko Emas Kelapa karena lokasi tersebut bagian dari areal Pasar Raya meski memanfaatkan pelataran.
“Karena itu (pelataran) sebenarnya fungsinya sebagai jalan masuk atau akses bagi konsumen ketika mau berbelanja. Jika PKL menilai tarif mahal, itu tidak. Karena, penyewa toko-toko juga kena penyesuain tarif justru dobel mulai tarif sewa berupa pemakaian ruko/kios dan pelayanan pasar dengan besaran pertahun sekira Rp 30 juta ditambah pelayanan pasar harian Rp 12.600,” jelasnya.
Kusumo Aji menekankan, sebaliknya PKL hanya dikenai tarif retribusi Rp 15 ribu sekali waktu berjualan. Alasan lain selain lokasi berjualan PKL masuk areal pasar keberadaan PKL jualan seringkali memunculkan kecemburuan bagi penyewa ruko karena usaha mereka terhalangi.
Mantan Kabag Humas Pemkot Salatiga itu menyebut, kedepan dengan adanya kenaikan tarif retribusi tersebut fungsi pelataran kembali digunakan untuk aksebilitas bukan berjualan karena menganggu.
“Makanya, sekarang kami atur, agar PKL yang tetap memilih berjualan di pelataran dengan tarif berbeda. Soal muncul protes, mereka merasa tidak diajak komunikasi. Perlu dipahami semua sudah melalui tahapan, baik dari sisi legislatif dan eksekutif melalui kajian mendalam. Tapi ada istilah publik hiring. Saya berharap, PKL mau menerima keputusan ini. Itu (kenaikan) agar mereka tertib. Walaupun faktanya sangat sulit menertibkan PKL karena ini urusan mencari rejeki,” tandasnya. (RIS)