Disebut Kebijakan Sebelumnya, Hendi: Tidak Ada Kebijakan Itu
Sidang Korupsi Mantan Walikota Semarang

inilahjateng.com (Semarang) – Nama mantan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi disebut dalam kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang dengan terdakwa mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri.
Nama Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi disebut-sebut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat sidang perdana Mbak Ita dan Alwin Basri Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Senin (21/4/2025) lalu.
Dalam dakwaan tersebut nama Hendi muncul saat pembacaan dakwaan terkait iuran kebersamaan yang diberikan kepada Wali Kota adalah warisan dari kepemimpinan Wali Kota sebelum Mbak Ita yakni Hendi, dan Mbak Ita hanya meneruskan kebijakan tersebut.
Namun saat di konfirmasi, Hendi membantah adanya hal tersebut.
Wali Kota Semarang periode 2013-2022 ini mengaku selama menjabat sebagai orang nomor satu di Kota Semarang, tidak pernah membuat kebijakan yang disangkakan oleh kuasa hukum Mbak Ita.
“Masa ada kebijakan seperti itu? Saya nggak pernah buat kebijakan (pemotongan insentif) tersebut,” ungkap Hendi saat dikonfirmasi, Rabu (23/4/2025).
Dia mengaku sejak adanya penyelidikan oleh KPK di lingkungan Pemkot Semarang, Hendi pernah dipanggil oleh penyidik untuk diperiksa sebagai saksi.
Hingga saat ini, dia belum mengetahui apakah saat persidangan pembuktian dan pemeriksaan saksi diundang atau tidak.
“Saya belum tau, kita hormati proses hukum yang sedang berjalan,” lanjutnya.
Sebelumnya kuasa hukum terdakwa Mbak Ita, Erna Ratna Ningsih menanggapi masalah iuran kebersamaan yang berasal dari pemotongan insentif ASN di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Ia mengklaim praktik iuran kebersamaan, yang disebut sebagai pungutan dari ASN, sudah menjadi tradisi yang lama di lingkungan Pemkot Semarang.
“Tuduhan pemerasan berkaitan dengan iuran itu bukan kebijakan yang dikeluarkan oleh terdakwa I (Mbak Ita). Pemotongan insentif pajak yang tadi kita dengarkan dan dinarasikan sebagai iuran kebersamaan itu merupakan kebijakan wali kota sebelumnya,” tutur Erna.
Erna menambahkan, Mbak Ita hanya melanjutkan kebijakan yang sudah menjadi kebiasaan di Pemkot Semarang.
Bahkan, Kepala Bapenda, Indriyasari, mengakui iuran tersebut digunakan untuk membiayai operasional Wali Kota Semarang.
Selain itu, dana yang diminta terdakwa Mbak Ita dari iuran kebersamaan tersebut diklaim sudah dikembalikan ke Bapenda sebelum surat perintah penyidikan KPK diterbitkan.
Diketahui Mbak Ita sepanjang tahun 2022-2024, Mbak Ita menerima aliran dana iuran kebersamaan mencapai Rp3,8 milliar, sementara suaminya Alwin Basri turut menerima sebesar Rp1,2 milliar. (LDY)