Nasional

Dokumen Korupsi KESDM Bocor, BW Minta Dewas KPK Usut Tuntas

Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto kaget mendengar informasi bocornya dokumen penyelidikan KPK, terkait dugaan korupsi di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dalam dugaan dokumen bocor itu, menyeret Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. “Petir yang diduga pasti datang, tiba-tiba menggelegar keras secara cepat. Hal ini dipastikan jika ada pimpinan berperilaku nir-integritas di suatu institusi. Firli Bahuri, Ketua KPK dituding atas dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK,” kata Bambang melalui keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (6/4/2023).

Bang BW, sapaan akrab Bambang Widjojanto, sempat mengklarifikasi informasi tersebut kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Hasilnya bagaimana? “Konfirmasi ini menjadi “clear cristal” setelah kejahatan pembocoran dokumen “dirilis” media dan Dewas mengkonfirmasi adanya laporan pelanggaran etik atas tuduhan pembocoran dokumen di atas,” jelas Bambang.

Baca Juga  Pembentukan 80 Ribu Kopdes Merah Putih, Ini Tujuan Presiden Prabowo

Selanjutnya, Dosen Pasca Sarjana Universitas Djuanda ini, mendorong Dewas KPK untuk mengusut dugaan pembocoran dokumen penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian ESDM sampai tuntas. “Ditemukan dokumen hasil penyelidikan KPK soal kasus korupsi di Kementerian ESDM, di ruangan Kepala Bagian Hukum yang ditengarai berasal dari Menteri di kementerian di atas,” ungkap Bambang.

“Ada informasi lainnya yang diyakini dan perlu dikonfirmasi, katanya, sudah ditemukan beberapa keterangan dan dokumen lain yang dapat dikualifikasi sebagai bukti permulaan yang cukup dan itu didapatkan KPK atas kebocoran dokumen yang menuding keterlibatan Ketua KPK,” sambung Bambang.

Kata Bambang, siapapun pembocor dokumen pembocor dukmen penyelidikan KPK, jelas melanggar kode etik. Selain itu, bisa masuk dugaan tindak pidana korupsi.

Baca Juga  Sapi Kurban Prabowo di Denpasar Disalurkan untuk Warga Lintas Agama

“Ini bukan sekedar pelanggaran etik karena magnitude dimensinya sangat besar dan adanya indikasi pembocoran itu diduga keras atau punya indikasi ditujukan untuk menghambat proses pemeriksaan yang sedang dilakukan KPK. Hal itu berarti melanggar Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK; serta sekaligus sebagai tindak pidana korupsi seperti diatur di dalam Pasal 21 UU Tipikor,” tutur Bambang.

Back to top button