Jateng

DPC PDIP Solo Buka Posko Pengaduan Netralitas 

inilahjateng.com (Solo) – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Solo mendukung penuh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024, yang mengubah norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Dukungan itu disampaikan Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPC PDI-P Kota Solo di Kantor DPC PDI Perjuangan, Brengosan, Laweyan, Selasa (19/11/2024).

Seperti diketahui, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024 tersebut menegaskan tentang larangan keterlibatan pejabat daerah dan anggota TNI/Polri dalam Pilkada.

Ketua BBHAR DPC PDIP Kota Solo, Henny Nogogini, menekankan pentingnya sosialisasi putusan MK ini kepada masyarakat.

Dengan sosialisasi ini masyarakat memahami implikasi dari keputusan MK terbaru tentang Pilkada.

Baca Juga  Tim PkM USM Beri Penyuluhan Hukum ke Warga Penggaron Lor

“Tidak semua masyarakat mengetahui keputusan ini, sehingga menjadi tugas kami untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman,” ucap Henny.

Henny menjelaskan, sejak dua bulan terakhir, BBHAR DPC PDIP Kota Solo telah membuka posko pengaduan netralitas di Kantor DPC PDI Perjuangan.

Posko ini yakni untuk menerima laporan dari masyarakat terkait pelanggaran netralitas, seperti keterlibatan pejabat daerah atau anggota TNI/Polri dalam Pilkada.

Selanjutnya laporan yang masuk akan diteruskan kepada Bawaslu Kota Solo untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur.

Dengan adanya langkah sosialisasi dan pembukaan posko pengaduan, BBHAR DPC PDIP Kota Solo berkomitmen untuk memastikan Pilkada 2024 berlangsung adil, tanpa intervensi pihak-pihak yang dilarang oleh undang-undang.

“Kami berharap masyarakat juga turut mengawasi dan melaporkan jika menemukan pelanggaran. Pilkada harus berjalan sesuai aturan demi demokrasi yang bersih dan bermartabat,” ujarnya.

Baca Juga  Mahasiswa USM Sosialisasi Dampak Media Sosial di Kalicari

Sementara itu, anggota BBHAR DPC PDIP Kota Solo, Suharno mengatakan, putusan MK ini mempertegas larangan keterlibatan pejabat daerah, TNI, dan Polri dalam Pilkada.

Ia pun menekankan bahwa dengan adanya regulasi itu maka aparat tidak boleh cawe-cawe apalagi sampai ada Intimidasi.

“Pengujian undang-undang ini memperjelas pejabat daerah dan TNI/Polri tidak boleh cawe-cawe dalam Pilkada. Ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak, termasuk kepala desa dan perangkat desa, untuk tetap netral,” katanya.

Meski di Solo belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran, namun ia mengingatkan bahwa kasus serupa pernah terjadi di daerah lain, seperti dalam Pilkada gubernur.

“Pelanggaran dapat berujung pada pidana penjara minimal 1 bulan hingga 6 bulan, atau denda minimal Rp600.000 hingga Rp6 juta. Seluruh aparatur negara diharapkan tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku,” tandasnya. (DSV)

Back to top button