
inilahjateng.com (Semarang) – Proses pengosongan rumah yang diklaim milik PT KAI di Jalan Jogja, Jalan Kedungjati, Jalan Gundih, Jalan Veteran, Jalan Kariadi dan Jalan Solo Kota Semarang berakhir ricuh.
Pasalnya, PT KAI dalam mengekseakusi rumah yang sudah dihuni puluhan tahun tersebut dinilai ilegal dan tidak memiliki landasan hukum.
Kedua kuasa hukum dari kedua belah pihak beradu argumen mengenai proses pengosongan rumah tersebut.
Karena tidak ada kesepakatan, PT KAI menggunakan ormas tertentu tetap memaksa mengosongkan rumah dan terjadi bentrok antara warga dengan perangkat PT KAI.
Kuasa Hukum Warga Novel al Bakrie menyayangkan langkah PT KAI yang menggunakan cara-cara preman dalam melakukan pengosongan rumah tanpa memperhatikan aspek kemanusiaan.
“Sebenarnya sudah ada ketentuan PT KAI tidak berhak lagi karena hak pakai mereka telah habis tapi mereka melakukan pengosongan secara refresif dengan melibatkan aparat,” ujar Novel ditengah jalannya eksekusi, Selasa (30/7/2024).
Harusnya lanjut Novel, cara-cara seperti ini seharusnya dilampirkan putusan pengadilan.
“Kalau seperti ini kan mau dikemanakan nih assetnya, kalau tiba-tiba jadi pompa bensin, jadi tempat komersil kasihan pemilik tanahnya dan hak pakai PT KAI atas tanah tersebut habis pada Tahun 1988,” tambahnya.

Namun anehnya tambah Novel, PT KAI sempat memunculkan perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Tahun 2023, namun setelah dikonfirmasikan kepada ahli waris-ahli waris tidak ada satupun yang melepaskan kepada PT KAI.
“Artinya, HGB yang PT KAI pakai ini bisa diasumsikan tidak benar atau mungkin bodong dan tidak sah,” tandas Novel.
Lebih jauh Novel menegaskan tempat tersebut adalah heritage, cagar budaya yang harus dilindungi tapi mungkin PT KAI punya kepentingan lain dengan investor-investornya.
“Buktinya yang di pinggir-pinggir jalan sudah berubah muka menjadi tempat komersil,” ujarnya lagi.
Lebih jauh Novel menyayangkan karena dalam mengeksekusi warga, PT KAI menggunakan ormas, bukan karyawan PT KAI tapi diberi seragam PT KAI.
“Ini menunjukkan PT KAI tidak gentle karena membenturkan massa dengan massa. Supaya apa, kalau kita pidanakan mungkin yang kena mereka-mereka yang mengangkat-ngangkat lemari atau ormas-ormas itu, petinggi-petinggi PT KAI yang memberikan perintah tidak tersentuh, dan pengacara-pengacara yang dipakai PT KAI sudah pasti tidak mengedepankan aturan hukum, kurang menghormati profesi hukum,” terangnya.
Karena itu, langkah yang akan ditempuh adalah jalur hukum baik pidana maupun perdata.
“Karena apa yang PT KAI lakukan hari ini tidak ada landasan hukumnya,” tandas Novel.
Sementara itu salah seorang warga menegaskan, mestinya PT KAI mengedepankan kalau masih ada penghuni yang enggan keluar dari rumah tersebut, PT KAI mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan.
“Itu cara-cara negara hukum, tapi ini tidak dilakukan PT KAI dan saya katakan cara-cara seperti tidak sesuai dengan aturan hukum dan mekanisme hukum,” tandas Irwan.
Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari PT KAI perihal ekekusi tersebut. (RED)