inilahjateng.com (Semarang) – Sejumlah warga memperlihatkan amplop dan ketupat di Kampung Jaten Cilik Taman Tlogomulyo I RW 6, Kelurahan Pedurungan Tengah, Kecamatan Pedurungan Semarang, Senin (7/4/2025), setelah shalat Subuh berjamaah di masjid tersebut, warga berbondong-bondong menuju masjid untuk mengikuti tradisi Syawalan ***
Wujud makanan itu adalah ketupat yang dibelah menjadi dua dan di dalamnya diisi tauge, sambal kelapa atau gudangan.Lantaran sayuran yang keluar dari ketupat bentuknya tidak beraturan, masyarakat kemudian menyebutnya dengan Kupat Jembut.Imam Masjid Roudhotul Muttaqiin, Munawir mengatakan, sejarah Syawalan Kupat Jembut tersebut bermula ketika banyak warga yang mengungsi di wilayah Pedurungan lantaran masih ada peperangan menyerang.Tak hanya ketupat, mereka juga membagi-bagikan uang kepada anak-anak. Sementara warga lainnya yang ingin berbagi, ada yang membawa Kupat Jembut dan ada pula yang menyiapkan uang pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, dan Rp 5 ribu.Setelah berkumpul di halaman masjid, ketupat didoakan oleh tokoh agama. Suara petasan dan bunyi tiang listrik yang dipukul-pukul menjadi tanda dimulainya ‘pesta’ bagi-bagi Kupat Jembut dan uang.Tradisi ini sejak dari zaman dulu dan ini hanya demi kupat. Sejumlah anak menerima uang dan dapat kupat juga.Setelah Ramadan ada perayaan lebaran dan berpuasa enam hari di bulan Syawal, kemudian warga menggelar tradisi Syawalan.Tradisi tersebut digelar di sekitar Masjid Roudhotul Muttaqiin itu diserbu oleh warga untuk mendapatkan kupat dan sejumlah uang.
Perayaan Syawalan dilakukan secara sederhana. Warga membuat ketupat yang dibelah menjadi dua dan diisi tauge, sebagai tanda Hari Raya Idulfitri telah selesai dan aktivitas kembali normal.
Ketupat yang dibelah tersebut sebagai simbol masyarakat sudah saling memaafkan. perayaan Syawalan di Kampung Jaten Cilik menggunakan alat masak yang ditabuh.Pada tahun 1960an, perayaan Syawalan di Kampung Jaten Cilik menggunakan alat masak yang ditabuh. Itu untuk mengumpulkan massa dan memanggil anak-anak. Pada perkembangannya, setelah 1965, menggunakan mercon atau petasan sebagai simbol perlawanan komunisme di Indonesia.Tradisi Syawalan juga digelar di Pedurungan Tengah II, RW 1, Kelurahan Pedurungan Tengah, Kecamatan Pedurungan, Semarang. Setelah shalat Subuh, warga memukul tiang listrik sebagai ganti kentonganTradisi bagi-bagi Kupat Jembut terus dilestarikan. Pada 1990an, ketupat diisi uang. ‘Hingga tahun 2000an, Kupat Jembut diisi tauge dan saat merayakannya warga memberikan uang.Untuk memulai tradisi Syawalan. Setelah berdoa, warga saling berjabat tangan dan memaafkan. Anak-anak hingga orang tua kemudian berkeliling dari satu rumah ke rumah lain untuk mendapatkan Kupat Jembut dan uang.
 Simak terus inilahjateng.com untuk mendapatkan informasi baru dan perkembangan beragam berita peristiwa menonjol di Jawa Tengah serta nusantara mulai politik, hukum, kriminal, ekonomi-bisnis, sosial-budaya, olah raga, kesehatan, pendidikan, pariwisata, hiburan (entertainment), hingga kearifan lokal (local wisdom) dan lainnya.