
inilahjateng.com (Jakarta)- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa Anggur Kolesom dan Beras Kencur dari merek Orang Tua mengandung alkohol lebih dari 14 persen, sehingga termasuk dalam kategori khamar yang diharamkan dalam Islam.
“Jika kandungannya itu melebihi atau 0,5 persen ke atas, maka itu sudah masuk kategori khamar. Dan khamar hukumnya haram untuk dikonsumsi,” ujar Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Miftahul Huda, Kiai Miftah seperti dikutip dari laman resmi MUI, Kamis (27/3/2025).
Tanggapan MUI ini diberikan terkait viralnya pembagian jamu seduhan dari merek Orang Tua di sejumlah posko mudik yang ramai diperbincangkan di media sosial.
Video tersebut pertama kali diunggah oleh kreator konten bernama Bang Anca pada Rabu (26/3/2025) dan memicu pertanyaan publik soal kehalalan minuman tersebut, khususnya di tengah arus mudik Ramadan dan Lebaran.
Dalam video yang beredar, tampak gelas-gelas berisi minuman berwarna coklat bening dibagikan kepada para pemudik.
Meski tampak seperti teh, jika merujuk pada unggahan Facebook resmi merek Orang Tua tahun 2017, jamu seduhan itu ternyata dibuat dari campuran jamu instan, telur ayam kampung, madu, dan dua produk mengandung alkohol tinggi: satu sloki Anggur Kolesom dan satu sloki Beras Kencur, keduanya merek Orang Tua.
Kyai Miftah menjelaskan bahwa dalam standar fatwa MUI terkait makanan dan minuman halal, produk yang mengandung alkohol hanya bisa dinyatakan halal apabila kandungan alkoholnya berada di bawah 0,5 persen, melebihi batas itu, produk tersebut dikategorikan haram meskipun berlabel jamu atau herbal.
Atas kejadian ini, MUI mengimbau kepada masyarakat Muslim, khususnya para pemudik, agar berhati-hati dalam mengonsumsi makanan dan minuman selama di perjalanan. MUI juga mengingatkan pentingnya memilih produk yang sudah berlabel halal dari LPPOM MUI atau otoritas berwenang.
“Kepada aparat yang berwajib, kami mendorong agar menertibkan pihak-pihak yang dengan sengaja mengedarkan minuman beralkohol atau tidak halal, terutama di tempat umum seperti rest area yang padat pemudik. Ini bisa menjerumuskan orang kepada konsumsi khamar secara tidak sadar,” tegasnya.
Kiai Miftah juga menyesalkan praktik pemasaran yang menggunakan istilah “jamu” sebagai penutup kandungan alkohol tinggi dalam produk. Menurutnya, pelabelan semacam ini menyesatkan dan berpotensi menjerumuskan umat Islam ke dalam perbuatan yang haram.
“Label ‘jamu’ tidak boleh menjadi kedok bagi produk yang hakikatnya adalah minuman beralkohol. Ini bentuk penyesatan dan perlu ditindak tegas,” pungkasnya.
MUI berharap kejadian ini menjadi perhatian serius bagi seluruh pihak, termasuk pengelola rest area, pemilik posko mudik, hingga perusahaan-perusahaan yang ingin menyalurkan CSR atau promosi selama Ramadan dan Lebaran.
Prinsip kehati-hatian dan kepatuhan pada ketentuan halal harus diutamakan demi melindungi masyarakat dari konsumsi yang tidak sesuai syariat. (RED)