
inilahjateng.com (Semarang) – Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menyerukan paradigma baru bagi para kepala desa.
Tidak sekadar menjadi pemimpin administratif, Kades harus menjadi problem solver sejati bagi warganya.
Dalam arahan yang disampaikan di hadapan 7.810 kepala desa di Sekolah Antikorupsi, GOR Indoor Jatidiri Semarang, Selasa (29/4/2025), Luthfi berbicara lugas dan menyentuh.
Ia menekankan pentingnya kedekatan pemimpin desa dengan kehidupan nyata warganya.
“Di desa, tukang ngarit siapa? Sing menggembala kambing siapa? Ada janda yang harus disantuni, harus tahu. Irigasi macet harus tahu. Lalu diberikan solusi. Itu namanya ngopeni lan nglakoni,” tegasnya, mengutip filosofi khas Jawa Tengah yang menjadi tagline kepemimpinannya.
Menurutnya, pendekatan tersebut menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa. Kepala desa tak boleh hanya menunggu laporan atau bersandar pada formalitas.
Mereka harus menyatu dengan denyut kehidupan desa, menyentuh persoalan nyata, dan hadir memberikan jalan keluar.
Pemprov Jateng telah menyiapkan dana bantuan keuangan sebesar Rp 1,2 triliun untuk desa di tahun 2025.
Namun bagi Luthfi, uang bukan segalanya jika tidak dibarengi dengan gerak aktif, kepekaan sosial, dan kolaborasi lintas sektor.
“Kades harus menggerakkan potensi desanya. Desa wisata, petani milenial, produk unggulan, koperasi, lumbung pangan, dan pelayanan kesehatan warga. Semua harus bergerak,” ujarnya.
Untuk itu, Luthfi menekankan pentingnya kolaborasi melalui program Kecamatan Berdaya, yang menjadi titik simpul antara program pusat, provinsi, dan kabupaten.
Ia juga menghidupkan kembali peran Tiga Pilar Desa: kepala desa/lurah, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa.
“Tidak boleh Kades sedikit-sedikit pidana. Mereka harus didampingi, bukan ditakuti. Kita ciptakan stabilitas desa bersama,” tegasnya.
Dalam dialog langsung dengan peserta, Luthfi menanyakan soal saluran air yang rusak—dan mendapatkan jawaban jujur dan kocak dari seorang kades.
Ia pun langsung memerintahkan Kepala Dinas PU Bina Marga Jateng untuk memfinalisasi kondisi saluran air sekunder di desa-desa, sebagai langkah nyata mendukung swasembada pangan 2026.
“Pembangunan tidak bisa hanya dari atas ke bawah. Harus dimulai dari bawah ke atas. Dan desa adalah akar yang menentukan arah pertumbuhan,” tandas mantan Kapolda Jateng itu.
Dengan pendekatan ini, Ahmad Luthfi tak hanya membangun infrastruktur, tapi juga cara pandang.
Memimpin desa bukan soal jabatan, tapi tentang ngopeni lan nglakoni—merawat dan menghidupi harapan warganya. (RED)