Kasus ISPA di Semarang Masih Mendominasi, Dinkes Ingatkan Warga Jaga PHBS

inilahjateng.com (Semarang) – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang mencatat kasus penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih mendominasi diantara penyakit lainnya.
Meski demikian, kasus pneumonia menunjukkan tren penurunan signifikan dalam dua tahun terakhir.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, M. Abdul Hakam mengatakan kasus ISPA terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2024 mencapai 421.621 kasus. Kemudian hingga Juni 2025 sudah mencapai 154.883,
“Angka ini mengalami kenaikan tiap minggunya,” kata Hakam, Selasa (1/7/2025).
Sedangkan untuk pneumonia mengalami penurunan pada 2024 sebanyak 1.906 kasus, dan hingga Juni 2025 hanya 664 kasus.
Hakam mengatakan peningkatan kasus ISPA diduga kuat disebabkan oleh kombinasi antara perubahan iklim, paparan polusi udara, debu (PM 2.5), serta kurang maksimalnya upaya preventif lingkungan.
“ISPA masih menjadi PR bersama karena kita belum bisa mengurangi jumlah paparan debu dan polusi kendaraan secara signifikan,” tuturnya.
Sedangkan tren kasus pneumonia mengalami penurunan berkat cakupan imunisasi yang terus meningkat, baik untuk balita maupun dewasa.
“Cakupan imunisasi pneumonia dan influenza cukup tinggi, baik di puskesmas maupun rumah sakit. Ini sangat membantu menurunkan kasus,” jelasnya.
Berdasarkan data, perkembangan kasus pneumonia dari 2021 sebanyak 1.521 kasus, 2022: 3.463 kasus, 2023: 2.509 kasus, 2024 ada 1.906 kasus dan 2025 (hingga Juni) ada 664 kasus.
Sementara itu, ISPA tetap menjadi penyakit terbanyak yang dilaporkan puskesmas, dengan kasus mingguan di tahun 2025 berkisar antara 5.000–7.000.
Pada minggu ke-24, terdapat 5.886 kasus, dengan akumulasi tahunan mencapai 154.883 hingga Juni 2025. Sebagai perbandingan, total kasus ISPA sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 421.621 kasus.
Beberapa wilayah yang menjadi zona merah ISPA antara lain Kalisongo, Ngijo, Polaman, Randugarut, Karanganyar, Bondoriyo, Jabungan, Trimulyo dan Muktiharjo Lor.
Sedangkan penderita pneumonia terbanyak tercatat di Cempoko, Jatibarang, Polaman, Kramas.
Hakam mengatakan selain imunisasi, penurunan kasus pneumonia juga dipengaruhi oleh meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
“Tapi tetap saja, kalau masyarakat belum rutin cuci tangan atau PHBS cuma formalitas, dampaknya belum maksimal,” terangnya.
Ia menambahkan, polusi dari industri skala besar dan rumah tangga juga menjadi perhatian serius.
“CO, SO2, dan CO2 dari industri dapat melampaui ambang batas dan membahayakan kesehatan anak-anak dan kelompok rentan,” paparnya.
Pihaknya mendorong seluruh elemen masyarakat dan pelaku industri mendukung Semarang sebagai kota hijau (green city).
“Pabrik harus ikut tanam pohon, kalau tidak akan berdampak jangka panjang bagi lingkungan dan kesehatan,” ucapnya.
Pemerintah Kota Semarang saat ini juga akan menggalakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) lebih serius, khususnya di tempat-tempat umum dan sekitar anak-anak.
“Rokok berisiko tinggi menyebabkan pneumonia dan TBC. Kita minta Satpol PP perketat pengawasan KTR,” pungkasnya. (LDY)