Keracunan Massal di Cianjur, Ini Kata Ahli Gizi

inilahjateng.com (Jakarta) – Dokter sekaligus ahli gizi masyarakat, dr. Tan Shot Yen, menduga kuat pengelolaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dilakukan secara serampangan dan tidak sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) itu sendiri.
Pernyataan ini menanggapi insiden keracunan massal yang dialami puluhan siswa di Kabupaten Cianjur usai menyantap makanan dari MBG.
“Sebetulnya dari panduan teknis MBG yang dirilis Badan Gizi Nasional sudah sangat jelas, merujuk dari Lima Kunci Keamanan Pangan WHO yang juga terlampir dalam panduan teknis,” ujar dr. Tan saat dimintai keterangan Inilah.com, Jakarta, Jumat (25/4/2025).
Lima prinsip keamanan pangan dari WHO itu, kata dr. Tan, meliputi menjaga pangan pada suhu aman, menggunakan air dan bahan baku yang aman, menjaga kebersihan, memasak dengan benar, serta memisahkan pangan mentah dari pangan matang.
Jika kelima prinsip dasar ini diabaikan, maka risiko keracunan sangat besar.
“Apakah semua hal di atas sudah dijalankan dengan baik? Apakah ada monitoring dan supervisi?,” katanya.
Dokter Tan mengaku sudah berulang kali mengingatkan terkait pentingnya penerapan prinsip-prinsip keamanan pangan yang lebih ketat dalam program ini, termasuk melalui sistem Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), untuk menghindari insiden serupa.
Menurutnya, keamanan pangan tidak cukup hanya pada tahap memasak, tetapi harus diperhatikan sejak pemilihan bahan, penyimpanan, hingga distribusi makanan.
“Suatu titik penting di mana ketika bahan mentah itu tidak boleh yang sudah busuk ya. Bahan mentah tidak boleh yang sudah jamuran,” jelas dr. Tan.
Selain itu, ia menyebut bahan-bahan seperti beras, daging, dan bumbu dapur harus disimpan pada suhu dan cara yang tepat, agar kandungannya tetap aman untuk dikonsumsi.
Di tahap pengolahan, kebersihan dapur dan alat-alat masak juga wajib diperhatikan.
“Ketika bahan-bahan diracik, ada standarnya, misalnya tentang kebersihan tempat masaknya, peralatan makan yang dipakai,” ucapnya.
Sementara itu, penggunaan bahan tambahan juga menjadi perhatian tersendiri bagi Tan.
Dia menyatakan hal itu diperbolehkan selama dilakukan secara bijak.
Namun, ia tetap menyarankan agar pemakaian micin, saus, dan sejenisnya dikurangi karena bisa memicu kelebihan garam, gula, atau zat aditif lain yang berbahaya jika dikonsumsi berlebihan.
Lebih jauh, ia juga menekankan pentingnya aspek pengemasan makanan.
Menurutnya, penggunaan plastik sebagai pembungkus harus memperhatikan standar keamanan.
“Pengemasan kalau menggunakan plastik harus bebas BPA. Haram hukumnya menggunakan plastik kantong gula atau es, nanti ada mikroplastik di makanannya,” tegasnya.
Distribusi makanan juga tidak luput dari perhatian.
Tan mengingatkan makanan yang disimpan dalam suhu ruang lebih dari dua jam akan berada pada zona kritis, yaitu antara 5 sampai 60 derajat Celsius, yang sangat ideal bagi pertumbuhan bakteri dan jamur. (RED)