Kerajinan Macan Kurung Khas Jepara Kian Punah

inilahjateng.com (Jepara) – Kabupaten Jepara, Jawa Tengah tentunya memiliki kekayaan khas salah satunya kerajinan macan kurung yang menjadi salah satu ikon khas ukir Jepara terancam punah.
Kini, pengukir yang pernah memproduksi macan kurung itu tinggal segelintir orang.
Macan kurung pernah seni kriya kayu primadona di era penjajahan Belanda.
Seni memahat patung macan dengan kerangkeng itu pun banyak dipesan negara-negara Eropa pada waktu itu.
Hingga sekarang, macan kurung menjadi salah satu ikon ukir Jepara yang khas.
Terbukti dua monumen macan kurung dipasang untuk menunjukkan eksistensi seni ukir di Jepara yang pernah moncer pada masanya.
Seperti diketahui, ikon macan kurung dibangun di Jalan Raya perbatasan Jepara Kudus, tepatnya di desa Tunggul, Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara.
Monumen macan kurung juga dipasang di perbatasan Jepara Selatan, yakni di Desa Welahan, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara.
Sayangnya, seiring perkembangan zaman, pembuat kerajinan Macan Kurung tinggal menyisakan beberapa orang.
Salah satunya, Suyanto (59) warga RT 5 RW 4, Dukuh Tambakrejo, Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara.
Dia merupakan salah satu trah keturunan Asmo Sawiran, adik Singowiryo yang menjadi tokoh cikal bakal seni ukir di Jepara.
Suyanto menceritakan awal mula belajar mengukir sejak usia 10 tahun. Ia diajari ayah dan kakeknya hingga bisa membuat kerajinan macan kurung.
“Sata pernah mebjat patung macan kurung saat ada pesanan, kerajinan ukir ini berbeda dari ukir biasa,” kata Suyanto.
Untuk membuat patung macan kurung, membutuhkan proses yang tak mudah.
Pasalnya, mengukir macan kurung harus dadi balok kayu utuh dan tidak disambung.
Kerumitan membuat macan kurung dengan kerangkeng, seekor macan yang dirantai dan dua buah bola itu dilakukan secara langsung.
Suyanto bercerita, dari batang kayu, dibentuklah kurungan yang di dalamnya ada seekor macan.
“Proses pembuatan yang rumit, sebab tanpa proses sambung,” kata dia.
Dia menyebut ada beberapa pakem atau hal khusus yang tidak boleh dihilangkan dalam patung macan kurung.
Mulai dari pembuatan kayu untuh, rantai, saka naga Jawa (tiang penyangga), kaki garengan (bagian bawah), dua buah bola.
Sementara untuk hiasan bagian atas, kata Suyanto bisa bervariasi sesuai permintaan pemesan.
“Bisa bentuk burung garuda, patung Rama Sinta dan lainnya,” ungkapnya.
Terkait filosofi makna macan kurung sendiri, menurut Suyanto merupakan sebuah kritik pada masa penjajahan kolonial Belanda.
Bangsa Indonesia diibaratkan macan yang di kurung dalam sangkar penjajahan.
“Sementara rantai yang melingkar di kaki macan, ini melambangkan jalinan persaudaraan,” terangnya.
Karena itu, proses pembuatan macan kurung memerlukan ketrampilan khusus dan waktu yang lebih lama.
Menurutnya, tak semua pengukir di Jepara bisa membuat macan kurung.
Hal tersebut membuat kesenian ukir macan kurung di Jepara terancam punah.
Selain proses pembuatan yang rumit, seni macan kurung kurang diminati masyarakat lantaran harganya yang cukup mahal.
“Ada pakemnya tersendiri, jadi butuh kesabaran dan ketelitian. Karena kalau salah membuat bisa gagal jadi karya,” ungkapnya.
Sub Korwil Sejarah Purbakala Disparbud Jepara, Lia Supardianik mengakui pengukir yang bisa membuat kerajinan macan kurung tinggal beberapa orang.
Oleh karenanya, pihaknya sedang berupaya mengajukan ukir macan kurung sebagai warisan budaya tak benda.
“Sangat minim perajin yang bisa membuat macan ukir. Karena sifatnya mereka membuat jika ada pesanan saja,” ujarnya. (NIF)