NasionalJateng

Komnas Perlindungan Anak Semarang Berharap Jateng Miliki Perda Kebiri Kimia

inilahjateng.com (Semarang) – Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA) Kota Semarang berharap Provinsi Jateng memiliki peraturan daerah tersendiri terkait hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual khususnya dengan korban anak. 

Wakil Ketua Komnas PA Kota Semarang Enar Ratriany Assa menjelaskan secara teknis, regulasi semacam itu bisa diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub), kemudian nanti bisa ditindaklanjuti peraturan daerah (perda) kabupaten/kota dan kemudian peraturan bupati/wali kota. 

“Pingin banget itu ada (Perda Kebiri Kimia), artinya ketika itu ada, misalnya Jawa Tengah mempelopori, itu bisalah memberi efek jera bagi para pelaku. Yang mana nanti itu secara teknis bisa dieksekusi oleh medis terkait, dokter. Entah itu efeknya nanti enam bulan itu akan normal atau mengacaukan hormon atau apa, kemudian satu tahun, tapi setidak-tidaknya itu ada efek jera di sana,” Ungkap Enar dihadapan awak media, Selasa (5/12/2023). 

Baca Juga  Kakorlantas Beri Penghargaan untuk Jajaran Berprestasi

Enar menyebut dalam konteks Tim Ahli Dewan, tugasnya memang mengawal para anggota Dewan untuk membuat regulasi.  

Menurutnya di provinsi ini memang terjadi sejumlah kasus kekerasan seksual dengan korban anak-anak.

Di antaranya terjadi di Kabupaten Batang di lingkungan pondok pesantren, kekerasan seksual dengan korban santriwati juga terjadi di Kabupaten Karanganyar.

Di Kota Semarang juga terjadi kasus serupa, di antaranya ada korban yang hingga meninggal dunia di mana pelaku adalah pamannya sendiri ataupun yang pelakunya guru TPQ dengan korban para anak didiknya sendiri. 

“Tentu (rencana regulasi) melihat dinamika yang terjadi di tempat kita. Walaupun misalnya Perda Kebiri Kimia, hal semacam itu pasti berbenturan dengan hak-hak asasi manusia dan sebagainya,” paparnya. 

Baca Juga  Pemerintah dan Polri Tegas Tertibkan Kendaraan ODOL Demi Keselamatan Jalan

Dirinya juga menambahkan mengawal kasus seperti itu juga menemui berbagai dinamika di lapangan.

Di antaranya ketika terjadi kasus ada keengganan dari pihak korban terutama orangtua dalam hal ini ibu untuk melapor. 

“Pertimbangannya beragam dari takut nanti anaknya malah menjadi korban bullying ataupun rasa malu keluarga di lingkungan masyarakat,” katanya.

Kekhawatiran lain juga terjadi, misalnya ketika misalnya diduga pelakunya adalah ayah kandung yang merupakan tulang punggung ekonomi keluarga, jika dilaporkan dan berujung pidana penjara maka otomatis penopang ekonomi keluarganya menjadi hilang. 

Selain itu, dari sisi ketersedian sumber negara dalam hal ini jumlah penyidik yang menangani juga jadi dinamika tersendiri. 

“Pernah dulu di Kota Semarang, masih Pak Abioso Kapolrestabesnya, kami koordinasi dengan Kasatreskrim dan Unit PPA, sempat disampaikan ‘Mbak ini Kanit PPAnya perempuan, jangan galak-galak, resources kami cuma segini, kemampuan cuma segini’,” jelasnya.  

Baca Juga  224.925 Calon Peserta Didik Lolos SPMB SMA/SMK Se-Jateng

Ia menambahkan kekerasan seksual dengan korban anak-anak jadi salah satu kasus saja. Kasus-kasus lain dengan korban anak juga terjadi, seperti penyekapan anak oleh ayah kandungnya. 

“Hal inilah yang perlu solusi efektif, tentunya berpihak kepada korban,” pungkasnya. (BDN)

Back to top button