
inilahjateng.com (Semarang) – Korban kasus penipuan jual beli tanah di wilayah Desa Bedono, Sayung diduga lebih dari satu orang.
Dalam kasus tersebut, Polrestabes Semarang sudah menangkap dua orang yang terlibat masing-masing bernama Agus Salim, merupakan mantan Kepala Desa (Kades), Bedono, Sayung, Kabupaten Demak. Dan seorang perempuan bernama Tiyari warga Genuk yang diduga mafia tanah.
Kedua tersangka tersebut ditangkap atas laporan salah seorang korban bernama Yuliati merupakan warga Gebangsari, Genuk yang mengalami kerugian atas penipuan tanah seharga Rp. 800 juta.
Kuasa Hukum Korban, M. Ardana Inanda menegaskan bahwa terkait kasus itu, dirinya meyakini masih ada korban lain dan dipastikan lebih dari satu orang.
Dirinya juga meminta kepada korban lain untuk datang dan siap mengawal kasus tersebut hingga tuntas.
“Saya harap jika ada korban lain, silahkan segera datang dan akan kami kawal sampai tuntas.
Untuk sementara kita telah melaporkan dan kedua tersangka sudah ditindaklanjuti sudah dilimpahkan ke Kejaksaan,” ungkapnya di kantor hukum Java Een Glorie pada Sabtu (12/10/2024).
Lebih lanjut dirinya membeberkan bahwa aksi penipuan jual beli tanah tersebut, awalnya kliennya pada tahun 2019 ditawari oleh tersangka Tiyari sebuah tambak seluas 1 hektar lebih dan dijanjikan bahwa tanah tersebut akan terkena Proyek Startegis Nasional (PSN).
“Saat itu saudara Tiyari dan Agus Salim menawarkan tanah seharga Rp. 800 juta dan akan terkena PSN. Dari proyek tersebut, korban dijanjikan mendapatkan keuntungan tiga kali lipat,” ujarnya.
Karena tertarik dengan keuntungan itu, lanjutnya, korban membeli tanah tersebut dengan kelengkapan surat Letter C dari pihak Desa.
“Setelah kami cari lebih jauh, ternyata tanah tersebut sudah punya sertifikat hak milik oleh orang lain,” katanya.
Selain kedua tersangka yang sudah diamankan, dirinya menduga masih ada pelaku lain seperti perangkat desa yang bekerjasama dalam menerbitkan letter C itu.
“saya rasa pasti ada keterlibatan perangkat desa lainnya,” tandasnya.
Dirinya mengakui bahwa dalam kasus itu, tersangka sempat ingin menyelesaikan dengan baik-baik. Namun, semenjak tahun 2019, tersangka seakan tidak ada etika baik untuk menyelesaikannya.
“Klien kami sempat diajak RJ (Restorative Justice) oleh tersangka, tapi berbelit. Saya harap dihukum sesuai UU yang berlaku,” pungkasnya. (BDN)