Nasional

Korupsi Jalur Kereta Api, Eks Dirjen Kemenhub Dituntut 9 Tahun Penjara

inilahjateng.com (Jakarta) – Eks Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) 2016—2017 Prasetyo Boeditjahjono dituntut pidana selama 9 tahun penjara,

Tuntutan tersebut terkait dengan perkara korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan pada tahun 2017—2023.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Lina Mahani Harahap meyakini Prasetyo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dalam kasus tersebut.

“Tuntutan pidana agar dikurangi dengan lamanya terdakwa berada dalam tahanan sementara, dengan perintah terdakwa tetap ditahan dalam rumah tahanan negara,” kata JPU dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (30/6/2025).

Baca Juga  Eks Kapolres Ngada Didakwa Rudapaksa 3 Anak dan Merekamnya

Selain pidana penjara, JPU juga menuntut agar Prasetyo dikenakan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Tak hanya itu, Prasetyo juga dituntut agar dijatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp2,6 miliar, dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan memperoleh putusan kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa tersebut dapat disita eksekusi oleh jaksa dan dilelang.

“Apabila harta benda tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan,” tutur JPU.

Dengan demikian, JPU meyakini Prasetyo melanggar pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum.

Baca Juga  PBNU Dituding Terima Dana dari Tambang PT Gag Nikel, Ini Kata Gus Yahya

Sebelum melayangkan tuntutan, terdapat beberapa hal memberatkan dan meringankan yang dipertimbangkan JPU, yakni hal memberatkan berupa Prasetyo yang dinilai tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Hal memberatkan lainnya, yaitu Prasetyo ikut menikmati hasil tindak pidana serta tidak mengakui perbuatannya.

“Sementara hal meringankan yang ada pada diri terdakwa adalah terdakwa belum pernah dihukum,” ungkap JPU menambahkan.

Dalam kasus tersebut, Prasetyo didakwa menerima uang sebesar Rp2,6 miliar yang diterima dari penerima manfaat PT Wahana Tunggal Jaya Andreas Kertopati Handoko, melalui sopir sejumlah Rp1,4 miliar serta pejabat pembuat komitmen (PPK) Wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Akhmad Afif Setiawan senilai Rp1,2 miliar melalui ajudan Prasetyo, Rian Sestianto.

Baca Juga  Korlantas Polri Unjuk Teknologi Canggih di Indo Defence 2025

Atas perbuatannya bersama-sama terdakwa lain, Prasetyo diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1,16 triliun.

Dengan demikian, perbuatan Prasetyo telah diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (RED)

Back to top button