
inilahjateng.com (Yogyakarta) – Menjelang libur lebaran tahun 2025, Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta memproyeksikan akan ada 1,1 juta wisatawan yang akan mengunjungi destinasi wisata di
Yogyakarta.
Hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi jumlah timbunan sampah yang
masuk ke Yogyakarta.
Dalam rilis yang diterima oleh inilahjateng.com disebutkan proyeksi tersebut didasarkan pada pergerakan 9% dari wisatawan yang datang pada tahun sebelumnya.
“Apabila diasumsikan setiap orang memproduksi sampah sebesar 0.5 kg/hari. Maka terdapat potensi sampah yang akan masuk ke Yogyakarta sebesar 550 ton/hari”, ujar Kadiv Kampanye WALHI Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi.
Jumlah sampah tersebut merupakan pengihutangan minimum dan terdapat potensi jumlahnya
akan lebih besar di tahun ini.
Elki menjelaskan, apabila merujuk pada hari libur tahun baru 2024 sebelumnya, terlihat bagaimana ketidaksiapan Pemprov DIY dalam menangani permasalahan sampah, dimana akhirnya sampah Kota Yogyakarta kembali dibuang di TPA Piyungan, yang saat itu statusnya telah ditutup.
Pengosongan Depo
Sementara itu, Sekertaris Daerah Pemprop Yogyakarta Beny Suharso menyatakan bahwa Pemda DIY telah bersepakat untuk mengosongkan beberapa depo di wilayah kota Yogyakarta.
Dimana langkah tersebut dilakukan untuk mempercantik dan membuat citra baik untuk wisatawan.
Pengosongan depo tersebut dinilai WALHI Yogyakarta tersebut belum menjadi tindakan serius
Pemerintah DIY dalam menangani permasalahan sampah, seperti depo di Purawisata yang telah
dikosongkan.
“Tanpa adanya penjelasan sampah-sampah Depo tersebut diarahkan dan diolah seperti apa”, tambah Elki.
Upaya pengosongan depo menurut WALHI terlihat hanya sebagai upaya jangka pendek dan justru menimbulkan
masalah baru di tempat-tempat lain yang tidak menjadi titik sentral pariwisata di Yogyakarta.
Kondisi Krisis Sampah
Menjelang libur lebaran tahun 2025 ini lanjut Elki setidaknya terdapat dua kasus yang justru menunjukkan
kondisi krisis persampahan di Yogyakarta.
Kasus pertama adalah penumpukan sampah di wilayah Ringroad Selatan, yang merupakan daerah perbatasan antara kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta kemudian kasus kedua yang terjadi adalah empat truk dari
Kabupaten Sleman yang melakukan pembuangan sampah di wilayaj Kemalang, Klaten.
“Apabila merujuk pada Pasal 9 UU nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,
Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai wewenang untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan pihak lain”, jelasnya.
Tetapi, apabila dilihat dari contoh dua kasus tersebut, dapat dilihat bahwa kabupaten dan kota di DIY khususnya wilayah Sleman, Kota, dan Bantul belum melakukan pembinaan dan pengawasan yang tepat.
Pasal tersebut juga mengatur ketetapan kebijakan dan strategi pengolahan sampah yang didasarkan
pada kebijakan nasional dan provinsi.
Selain itu, pada pasal 8, pemerintah Provinsi mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah dan memfasilitasi perselisihan pengelolaan sampah antar kabupaten/kota dalam 1 provinsi, artinya, adanya sampah liar di Ringgroad selatan, dan ekspor sampah yang berasal dari Kabupaten Sleman harus difasilitasi oleh pemprov DIY.
Apabila merujuk pada UU nomor 8 tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah tidak ada celah ketika
pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten untuk mengatakan bahwa sampah tersebut
di luar tanggungjawab mereka.
Rekomendasi WALHI
Berdasarkan permasalahan sampah di DIY, WALHI Yogyakarta merekomendasikan untuk:
1) Pemerintah provinsi Yogyakarta melakukan koordinasi antar
stakeholder guna mempersiapkan potensi adanya penumpukan sampah di berbagai wilayah di
DIY;
2) Pemerintah provinsi memberikan evaluasi terhadap kabupaten atau kota yang telah
melakukan ekspor sampah di kabupaten maupun provinsi lain, seperti di Klaten dan wilayahwilayah lain;
3) Melakukan penanganan dengan upaya pengelolaan di depo, dan mengupayakan
adanya regulasi pengurangan dari sumber sampah. (RED)