
Inilahjateng.com (SEMARANG) – Alun-alun Semarang kini sudah jadi ikon bagi kota ini, namun ada satu hal yang tidak banyak diketahui orang yakni keberadaan makam.
Makam tersebut berada di sudut kiri gerbang Alun-alun Semarang, tepat berada di depan Masjid Agung Kauman.
Beberapa versi menyebutkan makam tersebut adalah milik seorang pejuang yang tewas saat Pertempuran Lima Hari di Semarang pada tahun 1945.
Ketika Alun-alun direnovasi pada 2019, makam itu semakin ditunjukan karena dibikinkan patok baru beserta dihias dengan batu putih di atasnya.
Muhaimin (58) tokoh masyarakat sekaligus salah seorang takmir Masjid Kauman menerangkan jika makam itu dia percaya milik pejuang Pertempuran 5 Hari di Semarang.
Pernyataan itu dia dapat dari pamannya yang kebetulan juga seorang pejuang.
“Pada waktu itu Pertempuran Lima Hari itu kan menyebar ke (Hotel) Dibya Puri sampai ke Pasar Johar juga kan dan ketika itu ada salah seorang yang tertembak dan tidak memungkinkan untuk dikubur ke (TPU) Bergota, karena terlalu jauh dan itu kan tidak ada warga yang diminta bantuan. Karena tidak memungkinkan akhirnya diambil jalan pintas pejuang tadi dikubur di alun-alun,” jelasnya saat ditemui di sekitar Masjid Kauman, Semarang.
Namun meski demikian, Muhaimin tidak bisa menerangkan data konkrit mengenai indentitas dari pejuang tersebut
Dia juga tak tahu pasti kapan pejuang itu tewas. Namun Muhaimin bersikukuh, saat-saat itu disebut tengah rawan dan jarak dari Masjid Kauman ke TPU Bergota berkisar 3 kilometer.
“Pakde saya tahu itu seorang pejuang, kan itu nggak mesti dari Kauman juga karena kan di sini banyak yang mengungsi. Cerita itu jadi cerita tutur tapi kita memang tidak pernah menelusuri itu siapa,” lanjutnya.
Saat itu, wilayah Kauman memang tengah sepi karena banyak warganya yang mengungsi. Paman Muhaimin sendiri tak mengungsi karena ditugasi untuk menjaga wilayah tersebut.
“Saya masih ingat betul paman saya cerita pada waktu itu kan Pertempuran Lima Hari di Semarang dan itu kan di Kauman banyak yang mengungsi termasuk keluarga besar saya mengungsi di Kudus karena situasi dan kondisi pada saat itu ya, sangat rawan,” ujarnya.
Meski punya teori sendiri namun Muhaimin juga tidak menutup apabila ada versi lain. Termasuk ada juga versi yang menganggap makam tersebut keramat.
“Tapi sekarang berkembang mbah siapa, mbah siapa,” katanya.
Menurutnya siapa yang berada di makam tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut. Namun, dia menganggap bahwa apa yang diceritakan pamannya lebih masuk akal.
“Kalau yang di sini saya nggak pernah dengar, baru di Youtube ada yang bilang ini mbah siapa, mbah siapa, kalau saya lihat cerita yang saya peroleh itu kan agak masuk akal dan di sini kan juga dekat dengan Dibya Puri yang juga titik pertempuran,” tegasnya.
Oleh karena itu dia mempersilakan bila ada yang memiliki versi lain. Namun, selama ini dia tidak pernah mendengar ada penjelasan selain yang diceritakan pamannya.
“Kalau ada yang bilang itu mbah siapa itu saya ya monggo kalau memang ada rujukan, yang pasti saya rujukannya hanya dari pakde saya dan itu masuk akal gitu,” ujarnya.
Kalau dari segi popularitas, makam itu memang tidak banyak yang tahu, bahkan juga jarang diziarahi.
“Terus terang ya makam itu nggak begitu populer saya juga nggak paham ya kenapa. Orang Kauman coba ditanya pernah nggak ziarah ke situ pasti rata-rata tidak pernah, cuma kalau bilang itu pejuang dulu orang-orang di Kauman tahu,” imbuhnya.
Namun apapun itu Muhaimin ingin makam itu tidak dipindah. Salah satu alasannya tak lain agar masyarakat yang beraktivitas di Alun-alun tidak di luar batas dan tetap menjaga norma.
“Kami berharap gini, itu kan makam jadi jangan sampai orang itu lepas kontrol di alun-alun, di situ kan ada makam jadi kalau buat joget-joget sebagainya harus ada rambu-rambu bahwa itu ada makam, yang penting orang tidak sembarangan ada di alun-alun dalam arti lepas kontrol,” pungkasnya. (IJ02)