Mantan Bupati Sukoharjo Dukung Kepala Daerah Dipilih DPRD

inilahjateng.com (Sukoharjo) – Bupati Sukoharjo dua periode 2000-2005 dan 2005-2010 Bambang Riyanto, menyambut baik usulan Presiden Prabowo Subianto tentang pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Bambang Riyanto mengatakan, wacana tersebut pernah terjadi pada Pilkada pertama pada Juni 2005 atau sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007.
Dimana dirinya pernah mengalami dua sistem Pilkada yakni, terpilih melalui DPRD pada tahun 2000 dan terpilih kembali melalui kompetisi Pilkada langsung pada tahun 2005.
“Jadi, sebagai pelaku saya benar-benar merasakan dinamikanya. Dan ini pernah saya suarakan di Komisi 2 ketika saya menjadi anggota DPR RI. Kalau saya boleh memilih dan menentukan, saya lebih nyaman dipilih DPRD daripada dipilih langsung oleh rakyat,” kata Bambang, Sabtu (21/12/2024).
Sebagai tokoh politik, alasannya memilih sistem Pilkada melalui DPRD lantaran mengutamakan kualitas kepemimpinan hasil dari proses pemilihan itu sendiri dan sesuai fungsi jabatannya, seorang kepala daerah harus bisa melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Disisi lain, untuk meminimalisasi biaya politik yang harus dikeluarkan selama masa kampanye.
“Dari sisi anggaran pemerintah juga tidak akan mengeluarkan duit yang banyak. Dan hasilnya juga bisa langsung diketahui, tidak perlu menunggu (ditetapkan KPU). Tidak perlu banyak petugas,” ujarnya.
Namun jika Pilkada diselenggarakan dengan sistem tidak langsung, nantinya para calon tetap menyampaikan visi-misi saat seleksi dan diuji di depan anggota DPRD di masing – masing daerah pemilihan.
“Dengan sistem Pilkada dipilih DPRD, calon (kepala daerah) juga lebih hemat. Bahkan bisa saja tidak mengeluarkan biaya apapun. Siapapun juga tetap bisa mencalonkan atau dicalonkan,” ujarnya.
Disisi lain, Bambang memiliki pemikiran jika sistem Pilkada dipilih oleh DPRD, maka yang perlu dikaji lebih mendalam adalah terkait Undang-undang Pemilu perihal parliamentary threshold (PT) untuk syarat partai mencalonkan kepala daerah.
“Tidak masalah jika nanti ada banyak calon, tetapi memang harus dikaji kualitas daripada sang calon, jangan asal calon yang bisa maju,” imbuhnya.
Bambang juga menyebut sistem Pilkada melalui DPRD dapat menjadi solusi untuk mengurangi biaya besar dan mengatasi efek negatif dari Pilkada langsung, seperti polarisasi masyarakat dan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebab, dalam hal ini ASN biasanya terkena dampak dari sistem Pilkada langsung, seperti mobilisasi dan politik balas dendam.
“Jadi, kalau sistem yang sekarang nggak ada etika (pelanggaran netralitas ASN dan mobilisasi). Itu adalah beberapa dampak negatif pemilihan langsung,” tandasnya. (DSV)