
inilahjateng.com (Semarang) – Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu seharusnya terjadwal untuk memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta Selasa (30/7/2024).
Namun rupanya, perempuan yang akrab disapa Ita tidak memenuhi panggilan tersebut alias mangkir.
Pemanggilan Ita oleh KPK terkait dengan kelanjutan pemeriksaan dan penyidikan soal kasus dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika mengatakan, Ita meminta penjadwalan ulang pemeriksaan dirinya pada Kamis (1/8/2024).
Alasan Ita tidak memenuhi panggilan KPK kali ini karena harus mengikuti agenda Rapat Paripurna dengan DPRD Kota Semarang.
“Untuk salah satu saksi yang merupakan wali kota Semarang, yang bersangkutan kemarin sudah menyampaikan surat permintaan penjadwalan ulang di tanggal 1 Agustus 2024. Mengingat hari ini yang bersangkutan akan menghadiri rapat paripurna DPRD Kota Semarang terkait dengan pengesahan RAPBD Tahun 2024. Jadi informasinya sudah disampaikan kemarin,” kata Tessa di Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Dari pantauan inilahjateng.com, Ita memang menghadiri rapat paripurna Penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Perubahan APBD 2024 menjadi Perda yang di gelar di kantor DPRD Kota Semarang.
Rapat tersebut dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dan selesai sekitar pukul 12.00 WIB.
Ita datang mengenakan pakaian sipil resmi (PSR) berwarna krem bermotif kotak-kotak.
Ita juga turut melakukan penandatanganan penetapan raperda perubahan APBD 2024 menjadi perda bersama jajaran pimpinan DPRD Kota Semarang.
Sementara itu, suami Ita yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah, Alwin Basri memenuhi panggilan KPK pada Selasa (30/7/2024).
Alwin bahkan mengaku telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang berisi informasi status tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Pemkot Semarang dari KPK.
Hal itu disampaikan Alwin usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Alwin mengaku siap untuk mengikuti segala proses hukum yang berlaku.
“Pokoknya mengikuti hukum, sesuai hukum saja. Kita pokoknya negara hukum, kita patuh pada hukum,” kata Alwin di Kantor KPK.
“Nggih,” kata dia saat dikonfirmasi mengenai SPDP yang dikirim KPK.
SPDP merupakan dokumen yang harus dikirim aparat penegak hukum kepada para pihak yang terkait dengan kasus hukum, termasuk jaksa dan tersangka dalam waktu maksimal tujuh hari setelah penyidikan dimulai.
Diketahui, Alwin tidak banyak mengomentari kasus yang sedang diusut oleh KPK ini. Ia yang ditemani stafnya langsung bergegas meninggalkan Gedung KPK. (LDY)