Nasional

Menhub Dudy Larang Truk ODOL Mengaspal, Ini Penyebabnya

inilahjateng.com (Jakarta) – Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi menegaskan penanganan angkutan ODOL harus segera dijalankan.

Sebab menurutnya masalah ini tidak bisa lagi ditunda-tunda, karena memiliki risiko mengerikan dari berbagai aspek.

Dampak tersebut, lanjut Menteri Dudy, meliputi kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban luka hingga nyawa, kemacetan, kerusakan infrastruktur jalan, bahkan polusi udara.

“Data Korlantas Polri menyebut, terdapat 27.337 kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan barang pada 2024. Sementara data Jasa Raharja menyebut, kendaraan ODOL jadi penyebab kecelakaan nomor dua, di mana pada 2024 tercatat ada 6.390 korban meninggal dunia yang diberikan santunan. Adapun kerusakan infrastruktur, diperkirakan butuh anggaran Rp43,47 triliun per tahun untuk perbaikan. Salah satu penyebabnya ya kendaraan ODOL,” ujar Menhub Dudy, Jakarta, dikutip Jumat (27/6/2025).

Dia menuturkan tahun ini, Kemenhub tidak menerbitkan aturan baru terkait angkutan ODOL.

Baca Juga  Pemprov Jateng dan Fujian China Perkuat Kerja Sama Maritim

Kemenhub hanya akan menjalankan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sekaligus mengingatkan kembali komitmen zero ODOL yang telah disepakati stakeholder terkait pada 2017.

”Mulai saat ini kami hanya akan menjalankan regulasi yang sudah ada secara lebih tegas. Karena itu, kami mengajak seluruh stakeholder terkait untuk melaksanakan komitmen zero ODOL yang telah disepakati guna menciptakan ekosistem angkutan barang yang berkeselamatan,” terang Menhub Dudy.

Masih leluasanya angkutan yang melanggar Over Dimension dan Over Loading (ODOL), utamanya truk mengaspal di jalanan, harus segera dihentikan.

Operasional kendaraan ODOL ini, lebih banyak mudharat ketimbang manfaat bagi masyarakat apalagi negara.

Ekonom dari Indonesia Public Policies and Economics Studies (IPPES), M Zulfikar Dachlan mengatakan, masalah ODOL bukan sekadar pelanggaran teknis di jalan raya.

Baca Juga  Buntut Longsor, Bahlil akan Evaluasi Total Tambang Galian C Cirebon

Namun juga cerminan dari kegagalan sistemik dalam tata kelola logistik nasional.

“Meski telah menjadi perhatian sejak masa lalu praktik ODOL terus berlangsung akibat tekanan biaya, lemahnya penegakan hukum, celah pungli, dan inkonsistensi komitmen dari para pemangku kepentingan,” kata Zulfikar di Jakarta, Jumat (27/6/2025).

Zulfikar menghitung, kerugian yang harus ditanggung negara dari beroperasinya angkutan ODOL, bikin mata terbelalak.

Membuat infrastruktur jalan rusak yang memicu membengkaknya biaya pemeliharaan hingga Rp43 triliun/tahun dalam 10 tahun ini.

“Untuk jalan tol, harus menanggung beban perbaikan sekitar Rp1 triliun per tahun,” ungkap Direktur Eksekutif IPPES itu.

Sedangkan berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 2019, lanjut Zulfikar, menunjukkan, dari 1,8 juta truk yang melewati jembatan timbang, sebanyak 39 persen melanggar ODOL.

Atau setara 702.000 truk melanggar ODOL. “Meski secara dimensi mengalami penurunan dari 2,18 persen ke 3,31 persen hingga 12 persen,” imbuhnya.

Baca Juga  Bus Terguling di Kawasan Giribangun, Satu Penumpang Tewas

Dari paparan itu, Zulfikar menyimpulkan, kerugian yang ditimbulkan dari angkutan ODOL, sangat besar.

Mulai dari kerusakan infrastruktur, kecelakaan mematikan, hingga distorsi ekonomi yang menggerus daya saing pelaku usaha yang taat hukum.

“Demonstrasi besar-besaran dari sopir truk pada Juni 2025, menunjukkan bahwa kebijakan penertiban tanpa solusi aplikatif, hanya memindahkan beban ke pihak yang paling lemah (supir truk) dalam rantai logistik,” terangnya.

Untuk itu, lanjutnya, penanganan angkutan ODOL harus dilakukan secara holistik, melalui revisi regulasi, insentif peremajaan armada, perluasan digitalisasi, pemberantasan pungli, hingga reformasi struktural sistem logistik nasional.

“Tanpa upaya kolektif yang tegas, ODOL akan terus mengalami titik ‘normal baru’ yang tetap saja merugikan negara, masyarakat dan masa depan keselamatan transportasi di Indonesia,” pungkasnya. (RED)

 

Back to top button