Jateng

Netralitas ASN Masih Jadi Kerawanan Pilkada 2024

inilahjateng.com (Semarang) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memetakan indeks kerawanan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Meski demikian pemetaan dalam Pilkada berbeda dengan Pemilu 2024.

Sebelumnya, dalam Pemilu 2024 penyusunan serta pemeringkatan peta kerawanan ada di ranah Bawaslu RI.

Namun untuk Pilkada 2024, penyusunan peta kerawanan dilakukan oleh masing-masing Bawaslu di tingkat kota/kabupaten.

“Kalau yang sekarang tidak ada pemeringkatan jadi lebih pada kerawanan tinggi, sedang dan rendah,” kata Ketua Bawaslu Kota Semarang, Arief Rahman disela-sela acara Sosialiasi Pengawasan Partisipatif Peluncuran Peta Kerawanan Pemilihan 2024 di Metro Park View Hotel, Jumat (20/9/2024). 

Dalam pemetaan kerawanan pemilihan nantinya akan ada indikator-indikator yang pernah terjadi di pemilu sebelumnya.

Baca Juga  Dari Semarang untuk Palestina, Donasi PLN dan BKPRMI, Energi untuk Kemanusiaan

Arief menyebut kerawanan paling tinggi ada pada netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk TNI dan Polri.

Selain itu kerawanan tinggi juga adanya politik uang.

Sementara kerawanan sedang ada pada hak memilih. Kemudian kerawanan rendah ada pada kontestasi.

“Dari ragam ini kita gencar lalukan sosialisasi untuk pencegahan,” tuturnya.

Arief menyampaikan untuk kerawanan tinggi yakni netralitas ASN memang mengacu pada pemilu sebelumnya.

“Sehingga kita taruh di porsi kerawanan tinggi,” lanjutnya.

Ia menyebut jika pada Pemilu 2024, ada lima kasus terkait netralitas ASN yang sudah diproses dan ditindaklanjuti oleh Pemkot Semarang.

“Ada kasus Non ASN/PPPK yang dia mendaftar sebagai anggota legislatif sehingga diberhentikan secara tidak hormat untuk PPPK nya. Itu kasus pemilu kemarin,” bebernya.

Baca Juga  Mahasiswaa USM Gandeng Warga Gemah Ubah Sampah Jadi Cuan Lewat Budi Daya Maggot

Sementara disinggung terkait politik identitas, sejauh ini pihaknya belum memasukan dalam indikator kerawanan.

Pasalnya, menurutnya di Kota Semarang masih cukup plural dan bisa menerima perbedaan yang ada.

“Kalau politik identitas sejauh ini belum kita masukan ke dalam indikator kerawanan karena memang di kota Semarang cukup plural dan bisa menerima perbedaan yang ada,” pungkasnya. (LDY)

Back to top button