Nuraini, Mantri BRI yang Mengubah Hidup Lewat Gerabah dan Literasi Keuangan
Kartini dari Lombok Barat

inilahjateng.com (Lombok) — Setiap tanggal 21 April, bangsa ini memperingati Hari Kartini sebagai momen penghormatan terhadap perjuangan perempuan dalam meraih kesetaraan.
Namun, lebih dari sekadar seremoni, hari ini menjadi pengingat bahwa perjuangan itu masih terus berlangsung, bahkan diam-diam hidup dalam langkah-langkah perempuan tangguh di berbagai sudut negeri. Salah satunya: Nuraini.
Perempuan berusia 38 tahun asal Lombok Barat ini tak pernah menyangka pilihannya meninggalkan kenyamanan ruang ber-AC di balik meja customer service akan mengantarkannya menjadi penggerak ekonomi mikro di desanya.
Sejak 2013, ia menjadi Mantri BRI—pekerjaan yang tak hanya menantang fisik, tetapi juga memanggil jiwa untuk melayani.
“Saya suka tantangan dan ketemu orang-orang baru,” ujar Eni, sapaan akrabnya, membuka kisah.
“Jadi Mantri memang tidak mudah, tapi di sinilah saya merasa hidup dan berarti,” imbuhnya.
Sebagai Mantri BRI, Eni tak sekadar menyalurkan kredit atau menawarkan produk keuangan.
Ia menjelma menjadi jembatan harapan bagi pelaku usaha kecil, terutama para perajin gerabah di Desa Banyumulek, Kecamatan Kediri, Lombok Barat.
Hampir 90% warga di desa ini menggantungkan hidup dari seni membentuk tanah liat menjadi karya yang bernilai.
Lewat komunitas Creative Carving, Eni mendampingi para perajin ini tak hanya dari sisi permodalan lewat KUR BRI, tetapi juga dari sisi digitalisasi dan pemasaran.
Ia mengajarkan mereka bertransaksi dengan QRIS, memperkenalkan platform digital, dan bahkan secara rutin melakukan pick up service agar pelaku usaha tak perlu meninggalkan produksi hanya untuk mengurus administrasi keuangan.
“Setiap kali melihat satu UMKM bertahan, tumbuh, atau bahkan ekspor gerabah ke Bali, ada kebanggaan yang tak bisa diukur dengan angka,” ucapnya dengan mata berbinar.
Namun, jalan ini tak selalu mulus. Ada kalanya Eni harus menghadapi tantangan berat—mulai dari medan sulit yang harus ditempuh ke pelosok desa, hingga beban emosional saat harus menagih nasabah yang mengalami gagal bayar.
Tapi semua itu tak membuatnya mundur, justru dari situ, ia belajar menjadi manusia yang lebih sabar dan tangguh.
Di balik dedikasi itu, ada dampak yang nyata. Tak hanya membantu ekonomi warga desa, Eni juga berhasil memperbaiki kondisi keuangan keluarganya sendiri.
Ia kini menjadi tulang punggung yang tak hanya kuat, tetapi juga dihormati.
“Menjadi perempuan berdaya bukan berarti harus menguasai segalanya. Tapi cukup dengan melakukan hal kecil yang bisa membawa perubahan—untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat,” pesannya untuk perempuan Indonesia di Hari Kartini ini.
Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, dalam pernyataannya mengapresiasi peran para Mantri seperti Eni.
“Mantri BRI adalah simbol ketangguhan dan kepedulian. Terlebih bagi para mantri perempuan yang telah menjadi motor penggerak UMKM di pelosok negeri. Mereka bukan hanya melayani, tapi juga memberdayakan,” ujar Hendy.
Hari Kartini memang datang setahun sekali. Tapi kisah seperti Nuraini—Kartini masa kini dari Lombok Barat—adalah bukti bahwa semangat itu hidup setiap hari. Diam-diam, dalam diam yang penuh pengabdian. (RED)