Jateng

Partai Kedaulatan Rakyat Dukung Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD 

inilahjateng.com (Sukoharjo) – Partai Kedaulatan Rakyat (PKR) menyoroti gelaran pesta demokrasi Pilkada 2024. Partai yang digawangi oleh Ketua Umum PKR Tuntas Subagyo tersebut mendukung kepala daerah dipilih oleh DPRD.

“Dengan semua perjalanan pesta demokrasi yang berlangsung, kami membuat catatan menyoroti hal lain dalam pelaksanaan pemilu yang telah di jalankan selama ini, yaitu dengan sistem pemilihan langsung,” ucap Tuntas pada konferensi pers di Taman Maulida, Baki, Sukoharjo, Senin (23/12/2024).

Menurutnya, sistem pemilihan langsung ternyata memunculkan dampak yang luar biasa, yaitu pembiayaan besar pada perputaran uang pemilu.

Sehingga tak heran dengan muncul anekdot yang kuat finansial maka dialah yang menang dan berkuasa hingga akhirnya rakyat tidak mendapatkan pemimpin yang diidamkan.

Kondisi seperti ini seakan tidak ada kesempatan bagi sosok lain menjadi pemimpin, karena kalah dalam keuangan dan doktrin politik.

Sebab, bagi mereka yang sebelumnya sudah menjabat, maka bisa jadi telah mengumpulkan pundi-pundi keuangan sehingga bisa berkuasa kembali sekaligus menancapkan doktrin-doktrin agar kedepannya bisa di teruskan oleh isteri atau anak-anaknya.

“Kami dari PKR sebagai partai yang berkonsentrasi dan menjunjung tinggi landasan terhadap kepentingan rakyat, berupaya ikut andil memberikan masukan kepada bangsa, mengusulkan kepada pemerintah dan DPR RI, agar merubah sistem demokrasi kita, dari pemilihan langsung menjadi pemilihan internal senator-senator atau anggota legislatif kita, dengan kata lain dipilih oleh anggota dewan yang merupakan wakil rakyat di masing-masing daerah,” terangnya.

Baca Juga  Adu Banteng Antar Truk di Sragen, Tiga Orang Luka-luka

Lain halnya dengan pemilihan presiden, dimana bisa dilaksanakan dengan pemilu secara langsung lantaran menyangkut pemilihan pucuk tertinggi pemimpin negara. Sehingga sebaiknya tetap rakyat yang memilih langsung.

“Mengenai konsep pelaksanaan pemilu kepala daerah, kami berpandangan bahwa sebaiknya dilaksanakan setelah presiden yang menjabat telah melepas masa jabatannya, sehingga tidak memunculkan prasangka campur tangan hingga dampaknya menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia,” ujarnya.

Sementara untuk pemilu gubernur dan kepala daerah dilaksanakan pemilihan oleh DPRD tingkat I dan II bisa diikuti oleh partai pemenang pemilu di daerah pemilihan tingkat provinsi dan kabupaten masing-masing.

“Sehingga gubernur dan bupati atau walikota bisa dipilih atau ditentukan oleh partai pemenang di tingkatan provinsi dan kabupaten atau kota secara langsung. Dan nama-nama calon gubernur, bupati atau walikota disodorkan kepada presiden terpilih untuk kemudian ditetapkan oleh DPR RI melalui fit and proper test,” jelasnya.

Adapun alur pemilu juga di buat perubahan, yaitu pemilu DPR RI, DPRD tingkat I dan II dilaksanakan lebih dulu, dan setelahnya penetapan purna tugas presiden serta menentukan kepala pemerintahan sementara oleh DPR RI.

Selanjutnya DPR RI bersama kepala pemerintahan sementara mengawal pemilu presiden.

Setelah pemilu presiden secara langsung, kemudian menyusul proses pemilu kepala daerah baik gubernur maupun bupati atau walikota melalui DPRD tingkat I dan DPRD tingkat II dari partai pemenang pemilu di daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Baca Juga  Cegah Radikalisme Pada Generasi Muda,Ini Langkah Pemkot Semarang bersama Yayasan Anantaka

Masing-masing daerah menyodorkan nama-nama calon kepada presiden.

“Kenapa nama-nama calon kepala daerah harus diserahkan ke presiden? karena ada keterkaitan hubungan kerja yang sangat luar biasa antara presiden dengan semua kepala daerah tersebut. Sehingga presiden terpilih bisa mengetahui dan mendalami calon-calon kepala daerah itu,” bebernya.

Setelah ditetapkan, maka presiden akan melantik gubernur dan bupati atau walikota sekaligus melakukan koordinasi terkait hubungan pembangunan antara pusat dan daerah.

“Sejak Pilkada langsung digulirkan pada 2005 hingga saat ini, kami berpendapat bahwa pilkada langsung telah gagal memunculkan kepala daerah yang baik. Dan perlu diketahui jika pilkada langsung bukan amanat Undang-Undang Dasar 1945,” ujarnya.

Disisi lain, PKR berpendapat bahwa pilkada langsung yang selama ini dijalankan hanya karena penafsiran, bukan perintah UUD.

Hal ini yang menjadikan kesalahan DPR dan pemerintahan pada saat memutuskan pilkada langsung diterapkan.

Pemerintah dan DPR RI menganggap frasa dipilih secara demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 terkait pemilihan kepala daerah (pilkada) dapat diartikan pilkada langsung oleh rakyat atau tidak langsung melalui DPRD.

Jadi pilkada langsung saat ini sudah jelas hasil dari tafsir, bukan amanat UUD 1945.

Pilkada langsung juga menimbulkan efek negatif dalam hal etika karena terjadinya persaingan antara misalnya, gubernur dan wagub, bupati dan wakilnya, bahkan juga persaingan dengan sekdanya.

Baca Juga  Pemkot Semarang Beberkan Upaya Penanganan Kemiskinan Dihadapan Menko Muhaimin

Gara-gara persaingan itu jalannya pemerintahan menjadi terganggu karena pemimpinnya sibuk berkampanye dan konflik.

Dalam proses demokrasi yang hakiki harus menghasilkan pemerintahan yang lebih baik dan beretika.

Sebab tanpa itu, pilkada langsung tidak akan bisa mencapai cita-cita memilih pemimpin yang baik seperti ide dasar pilkada diselenggarakan.

“Kami menyadari jika wacana ini, mungkin akan terjadi pro kontra, tetapi kalau kita kaji lebih mendalam pola ini lebih membawa manfaat daripada mudaratnya, dan pola ini akan berefek penajaman, komunikasi serta dinamisasi dan kolaborasi pusat dan daerah yang mengutamakan kepentingan serta permasalahan rakyat. Kami dari PKR sangat begitu menyoroti persoalan pilkada langsung ini. Karena PKR merasa punya andil dan juga sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Ini sebagai wujud rasa cinta kami kepada bangsa dan negara, sehingga ikut dalam mengusulkan perubahan sistem demokrasi di Indonesia,” katanya.

Dia pun berharap, apa yang menjadi pemikiran serta usulan PKR bisa didengar dan menjadi masukan yang baik untuk demokrasi Indonesia dan untuk kemanfaatan rakyat Indonesia pada umumnya.

“Karena anggaran pembiayaan pemilu khususnya pilkada yang sangat luar biasa. Anggaran itu mestinya bisa di aplikasikan dan dialihkan dalam bentuk-bentuk lain, seperti untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Salam demokrasi,” tandasnya. (DSV)

Back to top button