News

Penambahan Kementerian tak Selesaikan Persoalan Bangsa, Negara Malah Makin Terbebani


Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai wacana penambahan kursi menteri, yang saat ini berjumlah 34 menjadi 40, terlalu dipaksakan dan tidak beralasan kuat. Ia mengeklaim, ada banyak alasan yang jauh lebih kuat, untuk menolak gagasan ini.

“Pertama, kalau disebut karena tantangan bangsa kita akan lebih berat, bukankah tiap waktu tantangan kita selalu sangat berat. Tapi hanya di era Prabowo-Gibran salah satu solusinya dengan menambah jumlah anggota kabinet,” ujar Ray dalam keterangan yang diterima Inilah.com di Jakarta, dikutip Minggu (12/5/2024).

Kedua, tutur dia, alasan jumlah penduduk yang sangat banyak juga tak dapat dibenarkan. Hal ini mengingat di dua masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), justru Presiden ke-7 ini berjanji ingin merampingkan kabinet.

Baca Juga  Pertanyaan PDIP untuk Jokowi: Dukung Kapolda Jateng Maju di Pilkada 2024?

“Meski akhirnya, janji ini tak pernah ditepati oleh Jokowi. (Kemudian) dari semua negara dengan jumlah penduduk di atas 300 juta jiwa, hanya India yang membentuk kabinet di atas 30 kursi (50 kursi). China, Amerika dan Jepang malah di bawah 30 kursi. Di negara ASEAN, hanya Indonesia yang menentukan jumlah kursi mencapai 34,” kata dia.

Tak hanya itu, ia menilai penambahan kursi menteri menjadi 40, juga bertentangan dengan prinsip efisiensi dan efektivitas. Hal ini, menurutnya akan berdampak pada bertambahnya wakil menteri, staf untuk menteri dan wakil menteri, pengamanan, akomodasi hingga transportasi. “Tak terbayang berapa banyak uang negara yang habis untuk hal ini,” tegasnya.

Baca Juga  Polisi Belum Tetapkan Tersangka Terhadap 3 Oknum Wartawan

Belum lagi, Ray menyoroti pembangunan rumah menteri di IKN yang sudah dibangun 34 buah. Selain itu, ia menilai hal ini menjadi sinyal lemahnya posisi Prabowo di hadapan teman-teman koalisinya.

“Lemah juga dalam menangani konflik-konflik kepentingan yang nisacaya akan selalu hadir dalam pemerintahan. Sinyal bagi lemahnya manajemen konflik di dalam kepemimpinan pak Prabowo-Gibran,” ucap dia.

Parahnya lagi, sejak putusan MK yang sudah dua pekan berlalu, publik belum mendengar ide Prabowo-Gibran, terkait situasi terkini. Yang ada malah sibuk menelurkan wacana-wacana yang tidak perlu.

“Apakah itu terkait dengan tingginya biaya UKT, harga bahan pokok yang terus merangkak, dan sebagainya. Prabowo-Gibran malah lebih sibuk mengutarakan ide elitis yang berpusat pada pengelolaan kekuasaan antar elite,” tuturnya.

Baca Juga  Tito Minta ASN Pindah ke IKN agar Bisa Naik Jabatan

“Dari silaturahmi elite, rencana koalisi, presidential club dan kini penambahan jumlah menteri. Semua narasi ini lebih berkesan  memuluskan jalan tahta bagi elit parpol, bukan tahta bagi rakyat,” ucapnya lagi.

Back to top button