NasionalJateng

Penuh Toleransi, Warga Tiga Agama Rayakan Natal di Lereng Merbabu

inilahjateng.com (UNGARAN) – Perayaan Natal di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, dirayakan puluhan warga dari tiga agama, yakni, Islam, Nasrani, dan Budha.

Kebiasaan turut merayakan hari besar agama, telah menjadi warisan nenek moyang warga di Dusun Thekelan sejak puluhan tahun lalu.

Tradisi, untuk saling menghormati bertoleransi meski beda agama telah diajarkan dan dijalankan tanpa bertanya alasannya.

Kepala Dusun Thekelan Supriyo mengatakan tradisi saling mengucapkan selamat kepada warga pemeluk agama lain sudah menjadi tradisi sejak lama.

“Tujuannya mempererat silaturahmi dan meneruskan adat nenek moyang. Ini berlaku pada perayaan hari besar semua agama. Ini juga momen warga saling bermaafan,” terangnya kepada Inilahjateng.comdi Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI), Senin (25/12/2023).

Baca Juga  Percepat Capaian Program, Pemprov Jateng Gandeng 44 Perguruan Tinggi

Ia menambahkan, saling menghormati walaupun berbeda agama dengan memberikan ucapan selamat disebut menjadi sarana menjaga kerukunan antar warga dusun.

Supriyo bercerita, warga dusun selama ini meskipun terdiri dari tiga agama senantiasa berkomitmen menjaga silaturahmi dan persatuan.

“Ini sudah berlangsung lama. Saling mengucapkan selamat sesama warga juga harapannya menjadi contoh kerukunan antar umat beragama,” katanya.

Pihaknya mengaku, pada momen perayaan Natal umat beragama lain berbaris bahkan menunggu dijalanan kampung untuk mengucapkan selamat Natal. Sebaliknya kata dia, apabila tiba hari raya Idul Fitri maupun Waisak.

Pendeta Petrus Sukiman mengaku terharu karena tradisi toleransi di Dusun Thekelan sangat tinggi. Bahkan, lanjutnya warga berbeda agama rela menunggu sejak pukul 08.00 WIB sampai ibadah perayaan Natal selesai.

Baca Juga  Kapolri dan Kakorlantas Tinjau Fasilitas Valet Ride di Brebes

“Banyak yang menangis ini para jemaat ibu-ibu saat bersalaman. Mereka saling bermaafan dan itu pemandangan suka cita. Ini juga wujud membangun kerukunan,” ujarnya.

Pendeta Petrus menerangkan, kerukunan warga dinilai sangat mahal harganya untuk dijaga. Sebab, dari saling rukun antar warga bisa saling bergotong royong.

Pasalnya kata dia, banyak terjadi di Indonesia sesama warga hanya karena beda agama silaturahmi terhalang jarak.

“Kami, walau dari dusun kecil di Lereng Gunung Merbabu ingin menyemai toleransi kerukunan ini terus menerus sampai generasi mendatang. Maka, ya ini haru ada isak tangis biasa saat lebaran nanti juga sama, tapi kami bahagia,” jelasnya (RIS)

Back to top button