Jateng

Perangi Rokok Ilegal, Pemkab Demak Gelar Wayang Kulit

inilahjateng.com (Demak) – Pemkab Demak terus berupaya memerangi peredaran rokok ilegal.

Sosialiasin Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) oleh Pemkab Demak dilakukan dengan pergelaran wayang kulit dengan lakin ‘Begawan Yudhowolo’ di Halaman Kantor Kecamatan Sayung, Demak.

Bupati Demak, Eisti’anah mengatakan, karena termasuk daerah penghasil tembakau terbesar, maka Kabupaten Demak berhak mendapatkan DBHCHT.

Mengenai peruntukannya, anggaran yang mencapai miliaran rupiah itu sebesar 50% digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, 40% lagi untuk mendukung program kesehatan.

“Sedangkan sisanya 10% untuk penegakan peraturan perundangan yang mendasari larangan peredaran rokok ilegal. Termasuk juga sosialsiasi DBHCHT seperti malam ini,” ujar bupati.

Bupati menyebut, rokok ilegal yang kemasannya nyaris menyerupai rokok bercukai resmi, dipastikan berbahaya bagi kesehatan. Seiring komposisi bahan-bahan di dalamnya yang tidak memenuhi standar aman kesehatan.

Baca Juga  Bambang Raya Dua Kali Mangkir Panggilan Polda Jateng

“Namun yang pasti, adanya peredaran rokok ilegal sangat merugikan keuangan negara. Sebab pendapatan dari cukai rokok berkurang, sehingga tentunya juga bakal mengurangi alokasi DBHCHT yang sangat berguna untuk daerah penghasil tembakau,” tuturnya.

Dengan demikian, lanjutnya, Pemkab Demak gencar melakukan sosialisasi gempur rokok ilegal di setiap wilayah kecamatan. Dengan harapan masyarakat dapat berperan aktif mencegah peredaran rokok ilegal di wilayahnya.

“Sebab memerangi rokok ilegal bukan tugas pemerintah saja. Namun tanggung jawab bersama seluruh unsur masyarakat. Sehingga dibutuhkan sinergi dan kerja sama yang kuat antara pemda, aparat keamanan, serta seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai tujuan ini,” ujarnya.

Bupati pun kembali mengingatkan masyarakat tentang ciri-ciri rokok ilegal, agar masyarakat turut aktif memerangi peredarannya.

Baca Juga  Pariwisata Budaya di Era Scroll: Antara Eksistensi dan Esensi

“Cermati ada-tidaknya pita cukai resmi berhologram, pemakaian pita cukai bekas, pita cukai palsu, pita cukai salah peruntukan atau salah personifikasi,” pungkas Eisti. (Hrw)

Back to top button