Polda Jateng Bongkar Pabrik Pupuk Palsu di Boyolali

inilahjateng.com (Semarang) – Ditreskrimsus Polda Jateng mengungkap praktik produksi dan peredaran pupuk palsu di wilayah Kabupaten Boyolali.
Dalam pengungkapan tersebut, sebanyak 118 ton pupuk berbagai merek disita, dan satu orang ditetapkan sebagai tersangka yang merupakan
Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Arif Budiman, mengungkapkan pengungkapan ini berawal dari informasi masyarakat mengenai peredaran pupuk yang diduga tidak sesuai standar.
“Tim kami melakukan pendalaman dan verifikasi dengan menelusuri jalur distribusi hingga ke konsumen, dalam hal ini petani. Dari situ, kami berhasil menemukan gudang dan pabrik produksi di wilayah Kabupaten Boyolali,” ungkap Arif Budiman saat rilis kasus di Kantor Dirreskrimsus Polda Jateng, Kamis (10/7/2025).
Lebih lanjut dirinya menuturkan, petugas kemudian mengambil tujuh sampel pupuk dari produsen bernama CV Sayap ECP untuk diperiksa di Laboratorium Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Jawa Tengah.
Hasilnya, semua sampel tidak sesuai dengan komposisi yang tertera di label.
“Contohnya, pupuk merk NPRO yang di label tertulis mengandung nitrogen 17%, fosfor 14%, dan kalium 12%, hasil uji laboratorium justru hanya mengandung 0,9% untuk masing-masing unsur,” jelasnya.
Adapun tujuh pupuk yang diuji di antaranya NPRO, NKCI Spartan, Spartan Postat Super 36, NKCI NPRO, NPK NPRO, NPK Spartan, NPRO Post 36
Total barang bukti pupuk palsu yang disita sebanyak 118,25 ton, yang terdiri atas ribuan sak dari berbagai merek, seperti NPRO NTK, NKCL, Super 36, Spartan NPK, dan Spartan SP36.
“Berdasarkan keterangan saksi dan hasil penyelidikan, kami menetapkan satu orang tersangka berinisial TS, yang merupakan Direktur dari CV Sayap ECP,” ujarnya.
Pabrik yang memproduksi pupuk palsu itu disebut telah beroperasi selama lima tahun dengan kapasitas produksi mencapai 260 hingga 400 ton per bulan, menghasilkan keuntungan ratusan juta rupiah setiap bulannya bagi pelaku.
“Ini bukan pelanggaran biasa. Selain merugikan petani, pupuk semacam ini bisa merusak tanah dan menurunkan kualitas hasil pertanian secara jangka panjang. Karena itu, kasus ini kami tangani secara serius,” pungkasnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f Undang-undang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara. (BDN)