Polisi Dalami Dugaan Pemerasan Dalam PPDS di Undip

inilahjateng.com (Semarang) – Polda Jateng terus melalukan pendalaman terkait kasus dugaan perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), Universitas Diponegoro (Undip).
Salah satu fakta terbaru, terkait mahasiswi PPDS Undip berisinial ARL yang diduga mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri juga terdapat dugaan pemerasan yang dilakukan oleh seniornya.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto menyebut terkait adanya informasi dugaan pemerasan tersebut, tentunya akan menjadi petunjuk bagi penyidik untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam lagi.
“Harapannya, bukti petunjuk itu dapat mempermudah penyidik untuk melakukan pemeriksaan dan mengambil keterangan dari informasi tersebut,” ungkapnya di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Senin (2/9/2024).
Disisi lain, dalam kasus tersebut dirinya menambahkan bahwa melalui Ditreskrimum juga telah melaksanakan rapat koordinasi dengan Inspektorat Jendral Kementrian Kesehatan dan Inspektorat Jendral Kemenristek IT.
Dari hasil rapat koordinasi tersebut, lanjutnya, tim investigasinya menyerahkan data dan laporan tentang apa yang sudah dilakukan untuk menindak lanjuti isu dari perundungan mahasiswi PPDS anastesi di Undip yang melaksanaakan kegiatan di RS Kariadi.
“Oleh karena itu kita dari Polda Jateng, akan menindak lanjuti hasil investigasi tersebut dan kita akan melakukan pendalaman. sambil melakukan pendalaman kita akan selalu koordinasi dengan pihak Kemenkes,” tandasnya.
Terpisah, Jubir Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Mohammad Syahril mengungkapkan informasi terbaru yang didapatkan dari proses investigasi, terhadap mahasiswi yang diduga bunuh diri akibat perundungan di PPDS, Universitas Diponegoro (Undip).
Dirinya menyebut ada uang yang dimintakan kepada korban hingga mencapai Rp40 juta per bulannya.
“Dalam proses investigasi, kami menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi, yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut kepada almarhumah Risma. Permintaan uang ini berkisar antara Rp 20-40 Juta per bulan,” ujarnya.
Dirinya menambahkan bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini, sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut. (BDN)