
inilahjateng.com (Semarang) – Ditreskrimsus Polda Jateng berhasil mengungkap kasus penyalahgunaan data nasabah yang dilakukan oleh mantan karyawan di salah satu bank di Kota Semarang.
Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio menjelaskan atas kasus tersebut, petugas mengamankan empat tersangka warga Semarang yakni masing-masing berinisial SAN (31), DY (31), YS (35) dan SL (50).
Bahkan ia menyebut aksi para tersangka itu sudah dilakukan selama 3 tahun sejak sejak tahun 2020.
“Para tersangka berinisial DY, YS dan SL sudah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Jateng. Sedangkan satu tersangka rencananya akan diserahkan pekan ini,” ungkap Kombes Dwi saat rilis di Kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Senin (30/10/2023).
Lebih lanjut ia membeberkan atas perbuatan para tersangka, korban berinisial WW mengalami kerugian mencapai Rp. 3 miliar karena tanggungan pajak.
Mengenai modusnya,l anjutnya, yang dilakukan yakni tersangka SAN dan DY selaku karyawan bank menggunakan data pribadi orang lain tapa izin. Kemudian data itu digunakan untuk pembukaan rekening dan mesin Elektronik Data Capture (EDC) dan diberikan kepada tersangka SL dan YS untuk layanan Transaksi Tarik tunai kartu kredit.
“Keuntungan tersangka SAN dan DY yakni mendapatkan insentif atau bonus atas penerbitan mesin EDC dan mendapatkan uang sebesar Rp 250.000/mesin atas penerbitan dan penyerahan mesin EDC. Lalu keuntungan vang didapat tersangka SL dan YS yakni fee sebesar 0,3 persen sampai 1% setiap pelayanan transaksi gestun mesin EDC (gesek tunai) serta tidak mendapatkan tagihan pajak,” bebernya.
Sementara, tersangka SAN mengaku melakukan aksinya saat masih kerja sebagai karyawan bank dengan memanfaatkan sistem kelemahan bank.
“Sudah kerja di Bank 7 tahun. Bisa lakukan ini dari pengamanan sistem. Saya juga punya latar belakang IT,” ucapnya.
Disisi lain, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Satake Bayu meminta agar bank-bank memperketatat pengamanannya. Hal ini dilakukan agar kejadian dan kejahatan-kejahatan lainnya bisa dihindari.
“Menghimbau kepada bank lebih memberikan pengawasan kepada karyawannya dan terkait IT. Lalu nasabah agar mengontrol terkait hal-hal yang bisa merugikan,” tambahnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan UU No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara. (bdn)