PPDB SMA/SMK Negeri Jateng, Dari Pembusukkan System hingga Pungli

inilahjateng.com (Semarang) – Setiap tahun, Penerimaan Siswa Baru tingkat SMA/SMK Negeri di Jawa Tengah hampir meninggalkan masalah, mulai dari system PPDB hingga pelaksanaannya.
Ironisnya, system PPDB SMA/SMK Negeri di Jawa Tengah dikemas untuk kepentingan dan dimanfaatkan oleh oknum untuk memperkaya diri.
Salah seorang Kepala Sekolah SMA Negeri yang engan disebutkan namanya mengaku prihatin dengan pelaksanaan PPDB SMA/SMK Negeri di Jawa Tengah.
Pasalnya, regulasi pelaksanaan PPDB di Jawa Tengah tidak untuk memajukan sekolah melainkan justru membuat mundur kualitas sekolahan.
“Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Jawa Tengah itu sudah dirancang tapi banyak yang salah. Misalnya, salah satu klausul untuk jalur prestasi yang menggunakan sertifikat tidak perlu diuji kelayakannya, itu kan regulasi jahat yang sudah dipersiapkan,” tandasnya kepada media, Kamis (25/7/2024).
Pasalnya, dengan klausul tersebut dapat memberi peluang orang berbuat salah, pemalsuan sertifikat, kecurangan dengan meningkatkan tingkat kejuaraan.
“Banyak yang menggunakan piagam kejuaraan tapi yang bersangkutan tidak bisa apa-apa, karena surat keterangnanya itu dari sekolah yang menyatakan bahwa yang bersangkutan benar-benar juara tingkat nasional, semestinya surat keterangan itu dari penyelenggara,” tambahnya.
Kemudian dari system zonasi, banyak terjadi manipulasi mutasi. Mutasi itu mengambil jarak terdekat dengan sekolah, sekolah pavorit.
“Jadi menurut saya PPDB ini sarat keculasan-keculasan yang sudah dipersiapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jateng dan Uswatun yang bertanggung Jawab,” tandasnya.
Pungli PPDB
Tidak hanya system yang sudah dirancang sedemikian, pelaksanaan PPDB juga terjadi penyimpangan kekuasaan khususnya dalam hal pungutan liar yang dikemas sedemikian rupa demi mencapai kepentingan pihak tertentu.
“Selama ini Dinas Pendidikan Jateng melarang semua sekolah tidak boleh pungli apapun bentuknya dan sekolah mengikuti itu. Tapi justru Dinas Pendidikan sendiri melakukan pungli yang mengerikan. PPDB ini kan dibaiayai oleh dana APBN/APBD, tapi itu diemplementasikan oleh Dinas Pendidikan bahwa dana APBN/APBD itu dimintakan ke sekolah-sekolah melalui dana BOP, BOP itu memang dari APBN kan ini bahasa licik Dinas Pendidikan Jateng,” tandanya.
Mestinya lanjut sumber tadi, kalau dana APBN, penyelenggaranya saja Dinas, servernya yang nyewa dinas, kemudian staf-stafnya semuanya dinas, regulasinya yang punya dinas, sekolah itu menjadi objek mengenai PPDB, sudah semestinya APBN/APBD yang dikhususkan untuk itu yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan, tidak akal-akalan.
“Lebih fatal lagi, jangan-jangan APBN/APBD untuk PPDB itu sudah ada tetapi ditambahkan dengan pungutan-pungutan di setiap sekolah itu yang jumlahnya mencapai Rp4.440.000 per sekolah,” ujarnya lagi.
Lempar Tanggung Jawab
Dijelaskan sumber tersebut, dalam PPDB SMA/SMK Negeri di Jateng, MoU itu Dinas dengan Telkom, tapi banyak pertanyaan dan gugatan dari berbagai pihak dan Dinas Pendidikan kebakaran jenggor dan kelimpungan.
“Dulu kan Dinas Pendidikan digugat soal ini, salah satu gugatannya kenapa menarik dana BOP dan kenapa kepala sekolah harus membayar, ketika BOP belum keluar berarti kan kepala sekolah harus nomboki atau ngutangi dulu dan kepala sekolah ngutangi semua, bisa jadi sekarang juga sama,” ujarnya.
Karena itu, kalau dulu MoU nya Dinas Pendidikan dengan Telkom (pihak rekanan), sekarang sepertinya Dinas Pendidikan Jateng mau cuci tangan dengan cara MoU nya antara sekolah dengan Telkom.
“Dulu MoU itu Dinas dengan Telkom, tapi sekarang MoU nya sekolah dengan Telkom, ini kan jebakan, sebab sekolah tidak melakukan kegiatan itu , sekolah hanya menjadi objek, pelaksananya adalah Dinas Pendidikan tapi yang disuruh tanda tangan kepala sekolah dan ini saya anggap sebuah penyimpangan system,” tandasnya lagi.
Di dalam MoU itu kepala sekolah harus menyetorkan uang sebesar Rp4.440.000 ke rekening Telkom.
“Dengan diatur seperti ini, Dinas Pendidikan merasa lepas dari pungutan dan berdalih tidak menerima uang pungutan itu, ya gak bisa. Telkom melakukan ini atas perintah siapa ? maunya Dinas Pendidikan begitu,” tambahnya.
Dengan melimpahkan MoU ke sekolah, dinilai sebagai perbuatan licik Dinas Pendidikan untuk menutupi dari celah hokum.
“Kepala sekolah sebenarnya protes, tapi ndak berani langsung ke Dinas Pendidikan, akhirnya dengan terpaksa menandatangani MOU ini. Para kepala sekolah keberatan karena bukan penyelenggara tapi menandatangni MOU. Celah hukumnya kalau kepala sekolah itu digugat akan menjadi salah, uangnya dari mana, peruntukannya untuk apa dan sebagainya, mengeluarkan dana itu dasarnya apa, bukan pelaksana kok mengeluarkan dana, berarti mengeluarkan sesuatu yang salah, berarti kan kepala sekolah dalam posisi yang salah, itu yang menjadi keresahan para kepala sekolah,” terangnya.
Sumber tadi mengibaratkan, pungutan sebanyak Rp2,9 milyar itu untuk apa, missal biaya server itu berapa, padahal itu system itu sudah dibeli sejak dulu.
“Masa iya program sampai Rp200 juta, padahal yang mengendalikan tidak lebih dari 5 orang. Anggap saja biaya yang paling tinggi untuk server dan lain-lain tidak lebih itu dari 500 juta itu, sudah biaya membayar pegawai, staf dan kalau membayarnya terlalu tinggi juga gratfifikasi kok, sesuai dengan kawajaran honor itu dan itu semuanya digaji Negara bahkan tidak ada biaya lagi. Terus kemana yang Rp2,4 milyar, buat bancakan ke mereka-mereka itu, ini yang harus dibongkar,” pintanya.
Ditegaskan sumber, dasar penandatanganan MoU Sekolah dengan Telkom atas perintah Dinas Pendidikan dan sebelumnya diberi pengarahan oleh Dinas Pendidikan dan penandatanganan disaksikan oleh Dinas Pendidikan, yang mengarahkan Dinas Pendidikan, yang ngatur Dinas Pendidikan.
“Ini cara betul-betul bajingan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Jateng dan pungutan seperti sudah berjalan tiga tahun berjalan. Kalau dulu nominal berbeda ada yang Rp 9 juta ada yang Rp5 juta dan ini ditentukan Rp4,440.000. Pungutan ini dilakukan Dinas Pendidikan Jateng dengan dalih kegiatan operasional PPDB,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendiaikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng, Uswatun Hasanah hingga saat ini belum merespon saat dimintai konfirmasi media. (RED)