PSIS Semarang dan Tantangan Finansial Klub Liga 1
inilahjateng.com (Semarang) – Tantangan finansial terus menjadi momok bagi klub-klub Liga 1 Indonesia, termasuk PSIS Semarang.
Dalam kondisi di mana industri sepak bola belum sepenuhnya stabil, para pemimpin klub secara terbuka membahas realita kerugian yang harus mereka hadapi.
Seperti Presiden Borneo FC, Nabil Husein Said Amin, secara blak-blakan mengungkapkan pengelolaan klub sepak bola di Indonesia cenderung merugi.
Hal senada diungkapkan oleh Teddy Tjahjono, mantan Direktur Utama PT Persib Bandung Bermartabat, dan juga tercermin dalam laporan keuangan PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA), perusahaan pengelola Bali United, yang mencatat kerugian hingga Rp69,8 miliar pada semester pertama 2024.
Menanggapi hal itu, CEO PSIS Semarang, Yoyok Sukawi, menyebutkan situasi klubnya tak jauh berbeda dengan klub Liga 1 lainnya.
Meski tak merinci angka kerugian, ia mengakui mengelola PSIS di tengah berbagai tantangan membutuhkan inovasi dan strategi untuk tetap bertahan.
“Kondisi industri sepak bola kita belum sepenuhnya stabil. Tapi, kami terus berupaya agar PSIS tetap berjalan, baik melalui sponsorship, penjualan merchandise, hingga pembangunan fasilitas latihan yang bisa disewakan sebagai sumber pendapatan tambahan,” ungkapnya, Selasa (7/1/2025).
PSIS juga berfokus pada pengembangan fasilitas untuk mendukung keberlanjutan klub jangka panjang.
Hal ini menjadi salah satu langkah konkret untuk menciptakan stabilitas finansial di tengah tekanan besar biaya operasional dan terbatasnya pemasukan dari empat sektor utama, yakni sponsor, tiket pertandingan, hak siar dan merchandise.
Dengan segala tantangan yang ada, PSIS Semarang dan klub-klub Liga 1 lainnya kini berada di persimpangan jalan: antara bertahan dengan kondisi saat ini atau menemukan cara baru untuk membawa industri sepak bola Indonesia menuju era yang lebih baik. (BDN)