
Inilahjateng.com (Solo) – Ribuan eks buruh PT Sritex yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) mendesak perusahaan segera membayar hak-hak mereka.
Desakan itu disampaikan tim advokasi dari DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Tengah saat bertemu tim kurator PT Sritex di Solo, Senin (19/5/2025) di Laweyan, Solo.
Dalam pertemuan itu, tim advokasi menyampaikan tuntutan atas empat komponen hak buruh yang belum dibayarkan dengan total nilai mencapai Rp337.012.672.200.
Tuntutan tersebut meliputi pesangon, THR 2025, serta sejumlah potongan gaji bulan Februari 2025 yang belum dikembalikan.
“Ada 8.475 eks buruh yang memberikan mandat kepada kami untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Hari ini kami sampaikan secara resmi kepada tim kurator,” kata Machasin Rochman, salah satu pengacara tim advokasi, kepada wartawan.
Ia merinci empat hak yang dituntut yakni; Pesangon: Rp331,2 miliar; THR 2025: Rp24,03 miliar; Potongan gaji untuk koperasi dan pinjaman: Rp994 juta serta Potongan iuran BPJS: Rp779 juta.
Pihak advokasi meminta agar kurator menjual aset perusahaan untuk melunasi kewajiban tersebut.
Mereka menilai menyewakan aset justru bisa menghambat penyelesaian hak-hak pekerja.
“Kami menyayangkan aset justru disewakan. Padahal dalam undang-undang, hak-hak buruh itu harus didahulukan. Aset sebaiknya dijual agar bisa segera digunakan untuk membayar,” jelasnya.
Senada dengan itu, pengacara lain, Asnawi, berharap penjualan aset tidak ditunda agar nilainya tidak terus turun.
Ia juga mengonfirmasi adanya usulan tenggat waktu pembayaran yang telah disampaikan ke kurator, meski belum bisa dipublikasikan.
Asnawi juga menegaskan, sekitar 1.300 eks buruh yang saat ini kembali bekerja tidak lagi berada di bawah manajemen PT Sritex, melainkan bekerja untuk pihak ketiga yang menyewa fasilitas pabrik.
“Intinya, kami ingin penyelesaian yang adil dan segera. Hak buruh adalah prioritas,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kurator belum memberikan pernyataan resmi terkait hasil pertemuan dan langkah tindak lanjut dari tuntutan para eks buruh. (AKA)