Hukum & Kriminal

Sidang Lanjutan Korupsi Eks Walikota Semarang, Ada Nama Deny Caknan Disebut

inilahjateng.com (Semarang) – Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, membeberkan fakta mengejutkan dalam persidangan kasus korupsi yang menjerat eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya, Alwin Basri.

Iin sapaan akrabnya mengaku Alwin turut meminta bagian dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda.

Permintaan itu, menurutnya, disampaikan langsung oleh Alwin saat mereka bertemu di Gedung PKK pada tahun 2023.

Saat itu, Iin dipanggil oleh Alwin melalui telepon dan diminta datang sendiri.

Di pertemuan tersebut, setelah menanyakan soal pekerjaan, Alwin secara terang-terangan mengungkit pembagian iuran yang sebelumnya sudah diberikan kepada istrinya, Mbak Ita.

“Pak Alwin bilang, ‘Aku ngerti mbak, wes ngerti bu’e dikei Rp 300, la aku mbok support opo?’, gitu,” ujar Iin saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim di Sidang lanjutan kasus korupsi di PN Tipikor Semarang, Senin (30/6/2025).

Iin menyatakan dirinya sempat kebingungan karena merasa tidak ada kaitannya antara tugasnya di Bapenda dengan kegiatan PKK.

Baca Juga  Nenek Residivis Penipuan Emas Palsu Dibekuk Polres Sragen

Namun Alwin tetap menegaskan keinginannya agar mendapat jatah sendiri, terpisah dari yang sudah diberikan kepada Mbak Ita.

“Lalu saya jawab, ‘La pripun bapak, saya tidak tahu. Kerjamu itu dipantau sama Bu Ita, tapi kamu juga harus support ke saya. Kalau Mbak Ita Rp 300 juta berarti saya minta Rp 200 juta’,” tutur Iin, mengulang kembali percakapan mereka.

Menurut keterangan Iin, dalam internal Bapenda memang terdapat sistem iuran kebersamaan yang berasal dari sumbangan sukarela pegawai setiap triwulan.

Jumlahnya bisa mencapai Rp 800 hingga 900 juta.

Dana tersebut biasanya digunakan untuk kepentingan sosial, zakat, acara internal, serta membantu pegawai non-PNS yang tidak menerima insentif pajak.

Namun permintaan dari Alwin disebut Iin sangat di luar kebiasaan.

Ia bahkan mengaku terkejut dan merasa tidak nyaman hingga menangis ketika menyampaikan hal tersebut kepada kepala bidang di instansinya.

“Saya galau, saya sampaikan ke kabid sambil nangis. Apalagi beliau itu atasan saya. Perintah saya laksanakan. Pak Alwin pernah bilang ‘macam-macam saya sikat’. Ya saya takut,” ungkapnya.

Baca Juga  Kebijakan Tegas Kakorlantas Soal ODOL Dapat Dukungan Luas

Akhirnya, melalui rapat internal, permintaan Alwin disepakati dan diberikan jatah Rp 200 juta per triwulan.

Namun, tidak berhenti di situ.

Pada akhir tahun 2023, Alwin kembali meminta dana tambahan sebesar Rp 3 miliar.

Alasan yang disampaikan adalah untuk kebutuhan pencalonan dirinya sebagai anggota DPR RI serta dukungan politik untuk Mbak Ita yang kembali maju sebagai calon Wali Kota.

Iin menyebut dirinya tak sanggup memenuhi permintaan fantastis tersebut. Meski begitu, para kepala bidang akhirnya sepakat menambah dana sebisanya.

Selain itu, uang iuran kebersamaan juga digunakan untuk menutupi kekurangan dana di berbagai kegiatan Pemkot, seperti Lomba Nasi Goreng Khas Mbak Ita yang kekurangan hadiah.

“Mintanya Rp 220 juta, yang bawa Sarifah diserahkan ke PKK,” ungkap Iin.

Tak hanya itu, kegiatan lain seperti Semarak Simpang Lima dan Gebyar Pemuda Kita Hebat pun ikut dibiayai dengan iuran kebersamaan.

Baca Juga  Ini Tampang Pembunuh Wanita Open BO di Hotel Citra Dream

Saat itu, dana untuk membayar artis Denny Caknan sebesar Rp 161 juta disebut tidak mencukupi, dan kembali ditutup dari dana yang sama.

Menjelang akhir kasus, Iin menyebut Mbak Ita sempat mengembalikan uang sebesar Rp 900 juta pada Januari 2024.

“Iya Mbak Ita mengembalikan, terus bilang ‘Mbak, iki tak balekke, wis bocor kabeh’,” tutur Iin. Ia menduga maksud “bocor” adalah kabar mengenai praktik iuran tersebut sudah tersebar luas.

Sementara Alwin, lanjutnya, menyerahkan uang dalam bentuk dolar Singapura yang dimasukkan dalam amplop, namun disebutnya hanya sebagai titipan.

Saat bertemu kembali di masa pemantauan pemilu, Alwin menanyakan titipannya.

“Pak Alwin bilang, ‘ijek to titipan ku?’ Saya jawab, ‘nggih’,” kata Iin.

Seluruh uang tersebut akhirnya diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat Iin menjalani pemeriksaan.

Kesaksian Iin membuka terang praktik korupsi berjamaah yang melibatkan dana dari ASN untuk kepentingan pribadi dan politik petinggi daerah. (BDN)

(RED)

Back to top button