KesehatanJatengEmpati (jangan dipilih)

Stunting, Lingkaran Setan dan Kebijakan Politik

inilahjateng.com (Semarang) – Stunting adalah kondisi yang ditandai dengan kurangnya tinggi badan anak apabila dibandingkan dengan anak-anak seusianya.

Sederhananya, stunting merupakan sebutan bagi gangguan pertumbuhan pada anak. Penyebab utama dari stunting adalah kurangnya asupan nutrisi selama masa pertumbuhan anak.

Dalam laporan Global Hunger Index Tahun 2022, Indonesia menempati peringkat ketiga dengan skor indeks kelaparan tertinggi di Asia Tenggara.

Dalam laporan tersebut, Indonesia mendapatkan skor 17,9 poin dan masuk kategori sedang. Di level Asia Tenggara, Timor Leste dan Laos menempati peringkat pertama dan kedua dengan indeks kelaparan tertinggi. Semakin kecil skornya, indeks kelaparannya semakin rendah.

Laporan Global Hunger Index menghitung skor di setiap negara dengan menggabungkan empat indikator yaitu kondisi kurang gizi, anak stunting, anak bertubuh kurus dan kematian anak.

Sementara di Jawa Tengah sendiri, ada sekitar 540 ribu anak tersuspek stunting yang tersebar di 35 Kabupatan/kota di Jawa Tengah.

Berbagai langkah dilakukan Pemprov Jateng untuk meminimalisir stunting semakin besar. Mulai dari pembentukkan ribuan pendamping keluarga, mengerahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah hingga aparat penegak hukum.

Ilustrasi Stunting/net

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan, stunting merupakan tanggung jawab bersama, untuk menanggulanginya tidak bisa hanya dilakukan pemerintah.

Menurut Mbak Rerie, peningkatan dan pemenuhan gizi anak harus menjadi perhatian serius dalam upaya membangun sumber daya manusia yang berdaya saing untuk menjawab tantangan di masa depan.

Baca Juga  Jemaah Haji asal Jepara Meninggal Dunia di Makkah

“Pemenuhan gizi anak harus menjadi tanggung jawab bersama dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia nasional yang memiliki daya saing agar mampu menjawab berbagai tantangan,” kata Lestari Moerdijat, Senin (2/10/2023).

Ditambahkan Mbak Rerie, berbagai upaya untuk percepatan peningkatan dan perluasan kecukupan gizi anak harus segera dan konsisten dilakukan.

Perlu Langkah Nyata

Untuk menanggulangi stunting, perlu dilakukan langkah nyata dan tidak hanya sekedar retorika. Dibutuhkan kebijakan politik supaya penanganan lebih konsisten.

Di Kota Semarang misalnya, Pemkot terus berupaya dengan manggandeng berbagai pihak, mulai pengusaha hingga membentuk pendamping keluarga untuk memantau gizi anak tersuspek stunting.

Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengerahkan semua stakeholder baik pemerintah hingga swasta untuk mengentasakan stunting.

“Jadi tidak hanya pemerintah, TNI/Polri yang bergerak mengentaskan stunting tapi termasuk pengusaha. Di Semarang ini ide yang inovatif lewat program CEMPAKA. Ini menjadi best practice yang bisa dicontoh tempat lain,” kata Hasto Wardoyo, Kepala BKKBN RI saat peluncuran program CEMPAKA di Hall Balai Kota Semarang, Selasa (19/9/2023).

Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu/dok

Program CEMPAKA (Cegah Stunting Bersama Pengusaha) merupakan program yang diinisiasi Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu.

Baca Juga  Mobil Dinas DPRD Ngawi Kecelakaan, Dua Orang Tewas

“Konsepnya misalnya ada hotel, maka yang deket dengan hotel itu warga yang stunting atau miskin ekstrim harus mendapat sentuhan dari hotel ini atau menjadi orang tua asuh,” tuturnya.

Konsep yang dipaparkan Hasto rupanya sudah dilakukan Wali Kota Semarang yang akrab disapa Mbak Ita itu.

Menurut Mbak Ita, ada 82 hotel berbintang yang siap bersinergi dengan Pemkot Semarang dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMt) bagi balita stunting, ibu hamil bahkan orang dalam kategori miskin esktrim.

“Ada 82 hotel berbintang, misalnya dari 1 hotel ada lebih makanan 20 porsi lalu dikalikan 82 hotel sekitar 1600 porsi,” kata Ita, sapaan akrabnya.

Dijelaskan Mbak Ita, saat ini di Kota Semarang jumlah balita stunting ada 1.022 anak dan ibu hamil sekitar 600 an orang.

Sehingga jika masih ada sisa dari PMT tersebut maka bisa disalurkan kepada warga yang masuk dalam miskin ekstrim.

“Ada 13 indikator kemiskinan ekstrim salah satu nya tentang makanan. Nanti bisa kita berikan makanan enak sehat bergizi kepada mereka juga,” jelasnya.

Sementara untuk tim pendamping keluarga (TPK) juga sudah disiapkan yakni ada dari bidan, PKK dan kader atau penyuluh kesehatan.

Baca Juga  Idul Adha Jadi Momen Meningkatkan Solidaritas dan Toleransi di Semarang

Sehingga makanan dari para pengusah tersebut akan dipastikan sampai kepada anak-anak yang selanjutnya bisa dilakukan evaluasi.

“Konsepnya bergerak bersama, tidak bisa hanya pemerintah dengan menggunakan APBD atau APBN, anggaran hanya mencukupi 30 persen, sisanya bisa menggandeng pengusaha dan stakeholder lainnya,” ujarnya.

Dari konsep yang diusung Mbak Ita, di Kota Semarang sendiri berhasil menekan angka stunting, dari Juni sebanyak 1.270 kasus turun menjadi 1.022 kasus pada Agustus 2023.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang, M. Abdul Hakam mengatakan penurunan angka stunting tersebut dibarengi dengan status zero stunting di 22 kelurahan di Kota Semarang.

“Data cut off hingga Agustus ini hasilnya sudah 1.022. Bahkan 22 Kelurahan sudah dinyatakan zero kasus,” kata Hakam, Senin (18/9/2023).

Hakam menyebut, beberapa kelurahan yang sudah lulus stunting penurunannya hampir 170 an kasus per kelurahan.

Hakam menjelaskan untuk kasus stunting tertinggi sesuai presentase prevelansi berada di daerah Semarang Selatan dan Semarang Tengah.

Namun jika secara akumulasi, angka stunting terbanyak berada di Semarang Utara.

“Kami berharap tren ini bisa terus menurun dengan beberapa skema intervensi yang dilakukan yakni pemberian pemberian makanan tambahan (PMT) dengan 2 jenis protein kepada balita stunting,” bebernya. (RED)

Back to top button