Sumur Jadi Kering, Petani Desa Kedungbanteng Diprotes Warga

inilahjateng.com (Tegal) – Kemarau panjang menimbulkan dampak kekeringan diberbagai daerah termasuk di Kabupaten Tegal.
Tampak diberbagai wilayah kecamatan di Kabupaten Tegal tak sedikit petani yang terpaksa mengairi sawahnya dengan cara ndiesel, salah satunya di wilayah Kecamatan Kedungbanteng.
Para petani terpaksa mengairi sawah dengan cara mengambil sumur pantek (ndisel) karena bendungan Cacaban yang biasa mengairi sawah mereka semenjak kemarau tidak mengalir.
Salah seorang petani, Rasdi, melakukan pengairan dengan ndisel berharap padinya tetap bisa tumbuh dengan baik meskipun harus dengan biaya yang cukup tinggi.
“Saya tanam padi dimusin tanam extrim seperti sekarang, saya berharap mendapatkan untung yang lumayan dari hasil tanam sekarang ini, semoga bisa laku Rp4 juta – Rp5 juta dilahan 1700 M2,” tutur Rasdi.
Menurutnya, dimusim kemarau seperti sekarang ini mengairi sawah dalam sehari bisa menghabiskan Pertamax berkisar 10 – 15 liter per hari kisaran biaya Rp120 ribu – Rp180 ribu per hari.
Ironisnya, disaat petani berjuang mencari penghasilan dimusim tanam extrim dengan cara ndisel, kegiatan tersebut mendapat protes dari warga yang rumahnya berdekatan dengan lahan sawah.
Masyarakat yang rumahnya berdekatan dengan sawah bengkok (sawah milik desa) melakukan protes terhadap kegiatan pengairan sawah dengan sumur pantek, pasalnya sumur-sumur warga menjadi kering.
Faizin salah seorang warga saat ditemui mengeluhkan bahwa sumur warga disekitar sawah menjadi kering, menyebabkan warga tidak bisa beraktifitas mandi dan cuci.
“Sejak awal Oktober sumur kami kering akibat ndisel, saya berharap petani memindahkan diselnya menjauh dari pemukiman warga,” pinta Faizin, Sabtu (14/10/2023).
Menanggapi protes warga, Rasdi dan petani lainnya sepakat memindahkan diselnya ke sumur pantek yang jauh dari pemukiman warga. (RYD)