News

SYL Jangan Dipercaya, Pukat UGM: Tak Logis Presiden Suruh Anak Buah Korupsi


Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman meminta publik tidak mudah percaya atas pernyataan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang menyatakan adanya perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta uang kepada bawahan saat COVID-19.

“Saya pribadi tidak percaya ya dengan pertanyaan SYL. Kenapa? Karena psikologi seseorang yang akan tenggelam berusaha meraih apapun untuk menyelamatkan diri. Jadi ya menurut saya, publik jangan mudah percaya atas pernyataan SYL,” tegas Zaenur kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Jumat (14/6/2024).

Ia menyatakan tentu pernyataan SYL perlu diuji terlebih dahulu, bukan langsung memanggil presiden ke persidangan. SYL, tutur dia, jangan asal bicara, mesti merincikan waktu hingga tempat saat Jokowi memerintahkan dirinya korupsi.

Baca Juga  Jay Idzes Bantu Venezia Raih Tiket Promosi ke Serie A

“Bagaimana cara menguji pernyataan SYL? SYL diminta untuk menjelaskan kapan, dimana Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut. Dalam bentuk kalimat seperti apa pernyataan tersebut disampaikan, ada siapa saja yang mengetahui, mendengar, melihat ketika Presiden Jokowi menyatakan hal tersebut gitu ya,” ucap dia.

“Karena ya menurut saya pernyataan presiden secara logika, tidak mungkin meminta anak buahnya untuk melakukannya korupsi, itu tidak mungkin,” ujar dia menambahkan.

Sebelumnya dalam sidang kasus korupsi yang dijalaninya, SYL mengatakan kebijakan yang ia ambil ketika menjabat sebagai Mentan Pertanian merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden, menyusul peringatan krisis pangan akibat pandemi COVID-19 dan fenomena El Nino.

SYL berdalih uang yang digunakannya dari hasil pemerasan terhadap eselon I Kementan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat Indonesia yang terancam tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan mereka.

Baca Juga  Relawan Agus-Harjanto Deklarasi Dukungan di Baliho Etik

Ia pun mengaku terzalimi atas kesaksian para bawahannya di Kementan yang dinilai menyudutkan dirinya. Politikus Partai NasDem itu menyesalkan sikap para eselon I Kementan yang tidak menanyakan langsung padanya soal pungutan-pungutan atau uang sharing, dan justru percaya pada ancaman pemecatan jika tidak mengumpulkan uang yang dimaksud.

Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.

Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.

Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

Baca Juga  Cegah Pelanggaran di Pilkada, Bawaslu Usul Data Pemilih Masuk di PKPU Terbaru

Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Back to top button