
inilahjateng.com (Semarang) – Prosesi Dugderan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang akan menghadirkan sebuah bedug raksasa yang akan ditempatkan di Alun-Alun Masjid Agung Semarang (MAS).
Kepala Disbudpar Kota Semarang, Wing Wiyarso mengatakan Dugderan yang menjadi ciri khas Kota Semarang dalam menyambut bulan suci Ramadhan memang mengedepankan akulturasi budaya melalui warak ngedok. Dugderan juga menjadi prosesi tahunan yang telah menjadi kearifan lokal di Kota Semarang.
“Pembacaan suhuf halaqoh, kami akan coba ubah settingnya, kami pamerkan pemukulan beduk dengan beduk raksaksa,” kata Wing, Senin (26/2/2024).
Tak hanya bedug raksana, nantinya juga akan ada gunungan ganjel rel yang merupakan makanan khas tempo dulu dari Kota Semarang. Bahkan gunungan ganjel rel ini akan diletakkan di empat sisi alun-alun.
“Sehingga, masyarakat tidak perlu saling berdesakan. Prosesi suhuf halaqoh rombongan wali kota akan lebih oke lagi,” bebernya.
Selain itu, Dugderan tahun ini juga akan dimeriahkan dengn kirab budaya yang dimulai dari Balaikota Sematang hingga ke Masjid Agung Semarang.
Menariknya dalam Dugderan kali ini akan ada perlombaan berkudo dari 16 Kecamatan. Nantinya setiap Kecamatan akan mengangkat budaya dan kearifan lokal masing-masing.
“Berkudo atau pasukan 40an. Walaupun tahun ini baru 16. Mereka akan ikut kirab dan dinilai. Didukung komunitas lain seperi Sam Poo Kong, Tay Kak Sie, Tosan Aji, dan lain-lain,” jelasnya.
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan, prosesi dugderan akan diselenggarakan dua hari sebelum puasa. Namun, sebelumnya akan diselenggarakan pasar dugderan mulai 28 Februari 2024. Layout pasar dugderan telah disusun dan disampaikan kepada para pedagang yang hendak memeriahkan pasar dugderan.
Selain itu, prosesi halaqoh, dia berharap bisa ditata lebih tertib dan bagus sehingga Dugderan bisa menjadi tontonan tahunan.
“Apalagi, penyerahan roti ganjel rel. Saya ingin di tengah lapangan, ada beduk yamg gede. Ini salah satu budaya Kota Semarang yang harus dilestarikan,” kata Ita, sapaannya.
Terlebih lagi, Ita mengatakan Kampung Melayu, Kota Lama, Kauman sudah ditata sedemikian rula sehingga dugderan ini bisa menjadi satu budaya yang bisa disuguhkan kepada masyarakat. (LDY)