Jateng

Tanggapi Kasus Pelecehan Seksual, Dewan Minta Pemkot Semarang Jamin Keamanan Siswa di Ponpes

inilahjateng.com (Semarang) – DPRD Kota Semarang berharap kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang untuk bisa menjamin keamanan para siswa yang belajar di pondok pesantren (Ponpes). Pasalnya, selama ini Ponpes memberlakukan sistem untuk peserta didiknya tinggal di asrama atau pondok.

Hal ini disoroti anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Dyah Ratna Harimurti usai ramainya kasus pencabulan siswi Ponpes di Lempongsari Kota Semarang beberapa waktu lalu. Pihaknya mengaku miris melihat banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah.

Detty, sapaan akrabnya, berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang bisa memberikan penjaminan keamanan bagi santri yang harus tinggal di pondok atau asrama di Kota Semarang. Selain itu, pihaknya juga meminta agar pemerintah bisa mengevaluasi atas adanya kasus pencabulan tersebut.

Baca Juga  Semarak HUT Bhayangkara, Polrestabes Semarang Gelar Turnamen dan Donor Darah

“Semarang ini kan sudah menjadi kota layak anak dan meraih berbagai penghargaan, saya ingin pemerintah bisa menjamin bahwa putra putri dipastikan aman saat belajar dan harus tinggal di asrama atau pondok,” kata Detty, Sabtu (16/9/2023).

Pendataan terhadap sekolah berbasis agama yang siswanya harus tinggal di pondok seharusnya dilakukan oleh Pemkot Semarang. Meskipun Ponpes adalah ranah dari Kementerian Agama (Kemenag), tapi menurutnya pemerintah daerah juga memiliki kewenangan untuk melindungi warganya dan memastikan peserta didik tersebut aman dan terlindungi.

Detty menegaskan seharusnya Pemkot bisa melakukan pengecekan kelayakan fasilitas di pondok atau asrama. Tujuannya untuk mengantisipasi terjadinya pelecehan seksual hingga pencabulan di lingkungan sekolah ataupun pondok.

Baca Juga  Polisi Periksa Saksi Kasus Penganiayaan Guru Terhadap Siswa

“Terutama yang ada siswa atau santri perempuannya, dilihat fasilitasnya apakah benar-benar layak dihuni. Kita tidak tahu anak-anak di dalam hidupnya seperti apa. Misal, tempat tidur terbuka atau seperti apa, fasilitas mandi bagaimana, tempat berganti pakaian, dan sebagainya. Antara perempuan dan laki-laki harus dipisahkan,” ungkapnya.

Tak hanya pemerintah, ia menyampaikan untuk membasmi kejahatan seksual semacam itu juga diperlukan peran dari masyarakat. Diharapkan, masyarakat bisa ikut mengamati pondok di wilayahnya. Pempimpin pondok juga harus bisa terbuka dengan masyarakat.

“Semakin dia (pemilik pondok) melakukan sesuatu tidak pas, akan semakin tertutup. Masyarakat bisa mengawal. RT RW sering komunikasi dengan pemilik pondok,” jelasnya.

Detty berharap, untuk kasus pencabulan santriwati di Ponpes Lempongsari, proses hukumnya terus dilanjutkan. Jangan sampai korban merasa dirugikan. Di sisi lain, korban juga harus dijamin perlindungannya. (LDY)

Back to top button